Budak Asal Bali Paling Diminati Pada Masa Kolonial Belanda
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Secara kualitas budak asal Bali pada masa kolonial Belanda lebih diminati dibandingkan budak-budak lainnya yang diperjualbelikan di pasaran Nusantara.
Budak asal Bali pada umumnya di jual di Batavia, dan daerah-daerah lainnya di Nusantara, di Afrika Selatan, dan pulau-pulau di Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
[pilihan-redaksi]
Hal tersebut terungkap dalam sebuah artikel berjudul “Perdagangan Budak di Bali Pada Abad Ke XVII-XIX: Eksploitasi, Genealogi, dan Pelarangannya” yang dipublikasikan dalam Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 nomor 1 Tahun 2018.
Artikel tersebut ditulis oleh I Wayan Pardi dari Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi.
I Wayan Pardi menuliskan bahwa sejarah perbudakan di Pulau Bali berlangsung selama abad ke XVII-XIX yang dimotori oleh VOC, pemerintah Hindia Belanda, serta raja-raja lokal. Dimana budak asal Bali sangat diminati karena memiliki kualitas yang lebih baik.
[pilihan-redaksi2]
Budak perempuan Bali dikenal dengan kecantikannya, kebaikan hatinya, keterampilannya memainkan musik, dan pengetahuan yang baik tentang kesehatan, sehingga budak perempuan Bali sangat ideal dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga untuk mengurusi urusan dapur, sumur, dan kasur tuannya.
Sedangkan, laki-lakinya dikenal bertubuh kekar, patuh dan mudah beradaptasi, sehingga sangat cocok diperkerjakan sebagai penjaga rumah, tentara, dan kuli kuli di perkebunan milik pemerintah.
Budak Bali dapat berasal dari para tawanan yang tertangkap di medan perang, janda-janda tanpa anak, para penghutang, dan penjahat atau pelaku kriminal.
Budak-budak Bali pada umumnya tinggal di rumah-rumah bangsawan atau birokrat Eropa, dan istana raja-raja, sebagai penjaga-penjaga dan pesuruh, pelayan, serta dalam kasus lainnya budak-budak tersebut juga dijadikan serdaduserdadu Belanda.
Budak-budak Bali yang sudah terjual dipasaran harus taat kepada majikannya, mereka harus menurut kepada kemauan pemiliknya untuk melakukan apa saja.
Jelas bahwa nasib mereka tergantung kepada pemiliknya, kalau tidak disenangi suatu waktu dapat dijual lagi kepada orang lain.
Perdagangan budak sebenarnya sudah ada sejak zaman Bali Kuno yang dibuktikan dengan adanya istilah budak yang tercatat di dalam beberapa prasasti yang ada.
Namun, ketika bangsa-bangsa Barat mulai menginjakkan kaki di Nusantara, perdagangan budak Bali baru menemukan momentumnya untuk berkembang ke seluruh penjuru Nusantara dan bahkan ke seluruh dunia. [bbn/ Jurnal Masyarakat & Budaya’mul]
Reporter: bbn/mul