Dua WNA Pelaku Pemerkosaan di Badung Dilepas, Ombudsman dan Aktivis Perempuan Geram
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Dilepaskannya dua Warga Negara Asing (WNA) pelaku pemerkosaan warga Filipina yang sebelumnya sempat ditahan di Polres Badung, mendapat kecaman banyak pihak. Pihak Ombudsman RI Provinsi Bali dan pemerhati perempuan dan anak, Siti Sapurah pun angkat bicara.
Siti Sapurah yang akrab dipanggil Ipung ini mengatakan sangat geram mendengar dua tersangka dilepas penyidik dengan alasan akan menerapkan Restorative Justice (RJ) dalam kasus tersebut. Menurutnya, kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan melalui RJ.
"Tidak bisa kasus kekerasan seksual diselesaian dengan RJ. Penerapan RJ bisa dilakukan jika kasusnya tindak pidana ringan," bebernya saat dikonfirmasi awak media, pada Kamis 21 September 2023.
Ia meminta agar penyidik kepolisian tidak bermain-main dalam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Pasalnya, Ipung kerap menangani kasus tersebut.
"Saya garis bawahi, seandainya anggota dari para penyidik yang menjadi korban apakah penanganan kasusnya sama seperti ini," terangnya.
Sementara terpisah, Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti yang dimintai keterangan awak media menyebutkan bahwa kasus ini sebaiknya ditangani serius. Dia berharap agar Bidang Propam turun tangan dan memeriksa penyidik yang menangani kasus tersebut.
Dia balik bertanya apakah dalam proses penanganan perkara itu, sudah sesuai dengan Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana. Sebab, melihat dari prosesnya yang lama dan masa tahanan tersangka melebihi batas waktu sehingga keduanya harus dibebaskan.
Terkait rencana penyidik akan menyelesaikan kasusnya melalui penerapan RJ namun kedua tersangka keburu kabur, Nyoman Sri menerangkan bahwa penyelesaian kasus pemerkosaan harus dikaji dulu apakah bisa diselesaikan melalui RJ.
Pasalnya, dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan restoratif justice diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Perkara pidana yang dapat diselesaikan melalui RJ adalah perkara tindak pidana ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp.2,5 juta," ungkapnya.
Lebih lanjut Nyoman Sri menerangkan, selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara pidana lainnya. Yakni perkara pidana tindak pidana anak, tindak pidana lalu lintas, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum.
"Jadi, dengan adanya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bahwa penyelesaian perkara pidana kekerasan seksual harus dilakukan dengan jalur pengadilan. Pasal 23 UU TPKS lebih lanjut dijelaskan perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur dalam UU," tegasnya sembari meminta agar Bid Propam segera memeriksa para penyidiknya.
Sebelumnya, tersangka pemerkosa yang merupakan pensiunan militer Amerika Serikat berinisial JP (36) dan wanita asal Filipina MCO (25) dikabarkan sudah kabur ke negaranya. Kasus yang terjadi hampir setahun ini diungkap Tim Opsnal Reskrim Polres Badung dan keduanya dijadikan tersangka dan langsung ditahan.
Keduanya terbukti melakukan tindak pidana perkosaan terhadap model asal Filipina berinisial BJCB (31) di salah satu vila di Jalan Batu Mejan, Kuta Utara. Namun, saat berkasnya dinyatakan lengkap oleh penyidik Kejaksaan Negeri Badung, kedua tersangka malah dilepas penyidik Satreskrim Polres Badung dengan alasan masa penahanan sudah habis.
Editor: Robby
Reporter: bbn/spy