Peradi : Sistem Multi Bar Rugikan Masyarakat‬
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Diberlakukannya UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat selama 11 tahun belakangan dinilai kalangan advokat banyaknya resistensi dalam UU tersebut. Bahkan, kalangan advokat sudah mengajukan puluhan kali yudicial revieu (uji materi) di Mahkamah Konstitusi.
Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Dr Otto Hasibun SH MH menyatakan bahwa RUU Advokat dianggap merugikan masyarakat dan berpotensi memecah belah advokat itu sendiri.
"Isi dalam RUU tersebut justru mengebiri dan merendahkan profesi advokat. Karena didalamnya ada disebutkan akan dibentuk Dewan Advokat yang diusulkan Presiden dan dipilih oleh DPR RI," kata Otto disela acara pembukaan Seminar Nasional Kajian RUU Advokat dalam Perspektif Penegakan Hukum di Indonesia yang diselenggarakan Fakultas Hukum Unwar Denpasar, Jumat (29/8/2014).‬
‪Otto menilai dengan adanya Dewan Advokat tersebut, profesi advokat tidak bisa independen dalam menangani sebuah kasus. Padahal, ujar Otto, sejatinya secara universal berlaku bahwa semua advokat itu independen.
"Ketika tidak independen, yang rugi adalah pencari keadilan yaitu rakyat. Karena kalau menghadapi suatu perkara ditekan oleh pemerintah. Advokat jadinya tidak bisa membela kliennya dengan baik," ungkapnya.
Dewan advokat yang dipilih oleh DPR RI, mengisyaratkan bahwa advokat diposisi terkoptasi oleh partai politik.‬ Otto juga berpendapat jika sistem multi bar dalam RUU Advokat memudahkan pendirian organisasi advokat karena cukup dengan 35 anggota saja.
"Sedangkan di Indonesia terdapat lebih dari 35 ribu advokat yang artinya akan ada banyak organisasi advokat yang bisa terbentuk. Dampaknya, standarisasi profesi advokat akan tidak kuat, sebab masing-masing organisasi akan menentukan nilai yang berbeda-beda dalam menguji seorang advokat," jelasnya.
Melalui seminar inilah, Otto berharap mendapatkan masukan dari para akademisi dan praktisi untuk direkomendasikan kepada DPR RI supaya dibahas lebih lanjut demi kebaikan advokat dan masyarakat luas.‬ Menurutnya, jangan hanya demi kuantitas, mengorbankan standar kualitas seorang advokat sehingga standarisasi pelayanan juga menjadi lemah.
"Kalau ada pelanggaran kode etik misalnya, seorang advokat bisa saja dipecat dalam 1 organisasi. Nah kemudian gabung di organisasi lain. Istilahnya pecat sini pindah lain, akibatnya rakyat yang menjadi korban.
Ketika rakyat ditipu, gak bisa ngadu kemana-mana. Beda jika single bar, ketika ada pelanggaran bisa langsung ditindak," pungkasnya.‬
Reporter: bbn/rob