Pakar UGM : SP3 Polda Bali untuk Adi Wiryatama Tidak Wajar
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kepolisian Daerah (Polda) Bali dinilai bermain-main dan tidak wajar dalam mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) super kilat terhadap Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan seritifikat pada lahan sengketa di Tabanan, Bali.
Hal itu disampaikan saksi ahli, Prof Dr Edward Omar Syarif, seorang pakar hukum pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dalam persidangan pra peradilan lanjutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (29/12/2014).
Selain dianggap main-main, Prof Edward juga menilai SP3 Polda Bali dalam kasus yang membelit mantan Bupati Tabanan dua periode itu penuh kejanggalan dan ketidakwajaran.
"Polda Bali terkesan main-main dalam SP3 ini. Bahkan, kejanggalan dan ketidakwajaran terlihat sangat jelas, bagaimana bisa saksi-saksi ahli belum diperiksa, Polda Bali sudah mengeluarkan SP3," kata Prof Edward kepada hakim tunggal I Wayan Sukanila.
Prof Edward menuturkan, awalnya ia diminta Polda Bali untuk menjadi saksi ahli terhadap kasus pemalsuan sertifikat pada lahan sengketa di Tabanan, Bali, antara Mangku Sarja yang dikenal seorang pemangku Hindu dengan politisi PDIP yang dikenal sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri itu.
"Herannya mengapa kami dari Fakultas Hukum UGM diminta agar saya jadi saksi ahli pada akhir November. Tapi sampai sekarang belum ada disuruh datang dan tidak pernah diperiksa Polda Bali," tuturnya.
Untuk itu, Prof Edward meminta SP3 terhadap orang yang dikenal kuat di Bali itu perlu dipertanyakan demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
"SP3 bukan suatu hal yang asal-asalan. Perlu dipertanyakan, bukti belum dicari Polda Bali sudah keluarkan SP3. Jangan sampai pelaku kejahatan dibiarkan lolos dan bebas begitu saja," pintanya.
Prof Edward yang kerap menjadi saksi ahli pidana itu menegaskan jika tersangka adalah sesorang yang sudah diduga melakukan perbuatan, sehingga mestinya Polda Bali memiliki bukti permulaan sebelum menetapkan sesorang menjadi tersangka.
"Polda Bali tidak maksimal dan tidak benar jika perkara sudah dihentikan. Adanya penyidikan mestinya sudah ada bukti permulaan. Jangan seperti ini, tiba-tiba sudah dihentikan, ada yang salah dan janggal dalam perkara ini," tegasnya.
Tidak hanya itu, yang membuat Prof Edward semakin heran yakni Polda Bali mengeluarkan SP3 terhadap ayah kandung Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti itu adalah surat penyidikan belum diterima pihak kejaksaan namun kasusnya sudah dihentikan.
"Memangnya jarak Polda Bali dengan kejaksaan jauh, kok surat penyidikan belum sampai kejaksaan kasusnya sudah dihentikan. Bagaimana bisa menegakkan hukum bisa seperti itu. Penyidik Polda Bali tidak patuh pada KUHP. Kasus ini tidak logis, belum apa-apa sudah dihentikan," tandas Prof Edward yang mendapat aplaus meriah dari pengunjung sidang.
AJB Tanah Adi Wiryatama Cacat Hukum
Sementara saksi ahli kenoktariatan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Dr Djoko Sukisna menganggap akta jual beli (AJB) transaksi tanah antara Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama dengan Mangku Sarja di Tabanan, Bali cacat hukum.
"Dalam transaksi tidak boleh dicoret agar transaksi tidak cacat. Dalam kenatoriatan tidak mengenal penghapusan, itu juga pelanggaran. Akta jual beli tidak boleh cacat," jelas Dr Djoko Sukisna kepada hakim tunggal I Wayan Sukanila dalam persidangan pra peradilan lanjutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin (29/12/2014).
Menurut Dr Djoko, penghapusan dalam akta jual beli tidak dibenarkan. Seharusnya, kata Dr Djoko, kalau ada pencoretan dalam AJB sebaiknya akta diganti terlebih dahulu sebelum disahkan.
"Penindihan huruf dalam AJB juga tidak boleh. Kalau mau benarkan kesalahan harus ditaruh disamping kiri dan disertai paraf. Tidak pernah penghapusan akta tidak dibenarkan," terangnya.
Ia menegaskan bahwa kalau tanpa sertifikat PPAT tidak boleh melakukan jual beli tanah. Selain itu, menurutnya tanpa hak milik tidak boleh jual beli tanah karena harus ada surat kuasa secara tertulis dan tidak boleh lisan
"Kalau tanpa sertifikat, PPAT tidak boleh jual beli tanah. Dalam draf akta harus ada kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli. Pejabat PPAT dalam hal ini notaris bisa dikenai sanksi jika melanggar hal itu," tandasnya.
Sementara itu, Zulkifar Ramly selaku kuasa hukum Mangku Sarja selaku pemohon menegaskan jika kedua belah pihak yakni pemohon maupun termohon yakni mantan Bupati Tabanan dua periode itu tidak pernah bertemu dan melakukan transaksi di notaris. Anehnya, kata Ramly, dalam AJB bodong itu dilakukan tanda tangan dulu baru kemudian isi drafnya diketik menggunakan mesin ketik.
"Anehnya lagi kwitansi diterima oleh anak pemohon atau Made Harumbawa bukan pemilik tanah yang sah. Janggalnya lagi, SP3 keluar tapi tidak ada gelar perkara," ungkapnya.
Dipihak lain, termohon dari Polda Bali yang diwakili AKBP Made Suparta dan tim selaku Bidang Hukum (Bidkum) dan pengacara Polda Bali tetap berdalih jika dikeluarkannya SP3 karena bukti permulaan yang tidak cukup sehingga kasus itu dihentikan.
Sidang pra peradilan terhadap Polda Bali akan dilanjutkan pada Selasa 30 Desember 2014 di PN Denpasar dengan agenda menghadirkan saksi dan pembelaan dari pihak Polda Bali selaku termohon.
Reporter: bbn/net