Pengacara Willy Tuding Ada Intervensi Soal Tuntutan Seumur Hidup
Kamis, 22 Februari 2018,
20:25 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Robert Khuana selaku Penasehat hukum Abdul Rahman Willy alias Bin Leng Kong, menuding tuntutan seumur hidup terhadap kliennya dalam kasus ekstasi sebanyak 19 ribu butir kental dengan pengaruh intervensi pihak luar. Itu dilontarkan Robert Khuana, saat membacakan pledoi (nota pembelaan) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Pada Kamis (22/2).
Sayangnya, Robert tidak menyebutkan secara pasti terkait pihak yang dimaksudnya itu.
"Intervensi dari pihak luar itu ada, nyata. Saya gak bisa sebutin," sentilnya.
Selain menuding ada intervensi, Robert juga masih mengklaim jika kasus yang menjerat marketing Akasaka night club ini merupakan sebuah rekayasa.
"Yang kita pertanyakan itu, ada apa? Ini jelas sebuah rekayasa," imbuhnya.
Dijelaskannya, ditingkat penyelidikan dihari ke 120 baru jaksa terima dan dihari ke 118 baru P21.
"Saya ngikutin jadi saya tahu. Hari ke 118 itu P21, hari ke 120 itu pelimpahan. Indikatornya karena penuntut umum merasa ini lemah. Kalau dia merasa kuat kenapa harus menunggu 120 hari. Mabes Polri ke Kejaksaan Agung itu cuma 2 Kilo jaraknya," bebernya.
Pengacara senior ini juga menyebutkan, jika dalam kasus ini yang menjadi target utama sebenarnya bukan Willy. Tapi orang lain yang statusnya di atas Willy.
"Jadi saya kembali tekankan, saksi ahli sendiri mengatakan ini rekayasa karena tidak masuk kategori undercover maupun control delivery. Jadi rekayasa bagaimana caranya agar si Willy ini jadi tersangka. Mungkin saja target utamanya bukan orang lain. yah tapi saya tidak menyebutkan," dalihnya.
Sedangkan terkait inti dari pledoi yang dibacakan dalam sidang, Robert menjelaskan bahwa sejumlah kejanggalan mulai dari penangkapan, penyelidikan hingga proses pelimpahan.
Pertama soal penangkapan, kata Robert, jika kasus ini tidak masuk dalam klasifikasi tertangkap tangan, undercover buying maupun control delivery.
"Kalau undercover petugas kepolisian bertindak sebagai pembeli. Ini juga bukan control delivery. Dua ini yang diatur dalam UU. Kalau control delivery yang melakukan itu polisi tidak menggunakan tangan orang. Kalau tangan orang dipakai, dalam kasus ini adalah Budi (terdakwa berkas terpisah). Itu si Budi harus ada jaminan dari polisi dia tidak harus dipidanakan," ujar Khuana.
Ditambahkan, barang yang dipakai dalam control delivery ini juga harus legal yang bersumber dari kepolisian sendiri.
Namun yang terjadi dalam kasus ini barang yang dipakai merupakan barang yang disita dari Dedi Setiawan alias Cipeng Bin Alex, yang ditangkap di Perumahan Metro permata I Blok B2 No.28 RT 11 RW.001 Jalan Raden Saleh, kelurahan Karang Mulya, kecamatan Karang Tengah Tangerang, Banten, (1/6/2017) lalu.
"Dalam pertimbangan jaksa juga terjadi komunikasi sebelum Dedi ditangkap. Itu bohong. Tidak ada, kalau pun ada komunikasi ada antara Budi dan Willy itu inisiatornya Budi. Dan tidak pernah dihadirkan transkrip, handphone sudah disita, kenapa tidak ditranskripkan, kann aneh," katanya.
Dalam sidang yang dipimpin Majelis hakim I Made Pasek tersebut, Robert juga memohon kepada Hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini agar terdakwa Willy dibebaskan dari tuntutan JPU.
Setelah mendengar urain pledoi yang dibacakan penasehat hukum terdakwa Willy, ketua hakim kemudian memberi kesempatan kepada JPU untuk menanggapi. "Kami menyampaikan tanggapan secara lisan saja yang mulia. Bahwa kami tetap pada tuntutan," tegas Jaksa Dewa Lanang.
Sebagaimana diketahui, ke empat terdakwa dalam kasus dugaan pemufakatan jahat dan jual beli 19 ribu butir ekstasi ini dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup oleh JPU.
Para terdakwa dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar pasal 114 ayat 2 Jo Pasal 132 ayat 1 UU RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/psk