search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pengaduan Konsumen Fintech di Bali: Lambat Bayar Kolektor Ancam Sebar Data Pribadi ke Medsos
Selasa, 19 Februari 2019, 13:20 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Annual Report ID

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali mencatat sejumlah pengaduan konsumen terkait jasa peminjaman online (Financial Technology/Fintech) dimana terdapat resiko mengintai para konsumen dimana jika konsumen lambat mencicil atau macet maka kolektor meneror dengan ancaman akan menyebar data pribadi ke media sosialnya. 
 
[pilihan-redaksi]
Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali, I Putu Armaya. SH, mencontohkan, seperti yang dialami salah satu konsumen yang mengadu ke YLPK Bali, berinisial YS diteror, data-ditanya dikirim ke teman-temannya dan dipermalukan. Bahkan nomor penagih utang tersebut sudah di blok tapi masih meneror dengan nomor lain,  begitu juga dengan salah satu konsumen juga melapor bahwa foto dirinya yang lagi menyusui anaknya disadap dan disebarkan ke medsos. 
 
YS adalah salah satu dari sekian konsumen yang beberapa minggu ini mengadu ke YLPK Bali. Para konsumen yang menjadi korban sudah menyerahkan data-data tersebut kepada YLPK Bali. "Yang mengadu baru 9 orang tapi yang sudah menghubungi dan berkonsultasi sangat banyak mencapai ratusan orang," jelasnya, Selasa (19/2).
 
Menurutnya, munculnya fintech awalnya untuk melayani peminjaman uang yang merupakan fenomena tak terhindarkan lantaran memberi angin segar bagi masyarakat. Terutama terkait dengan sisi efisiensi dan efektivitas. Namun, di lain sisi, diakui terdapat sisi negatif. 
 
"Tindakan yang dilakukan para penagih utang Fintech ini sudah sangat keterlaluan, menyadap data pribadi konsumen lalu menyebarkan ke medsos, begitu juga keluhan konsumen lain sistem bunganya yang tinggi, dari data pengaduan sebagian besar konsumen mengajukan pinjaman tak lebih dari Rp 2 juta. Namun, bunga yang harus dibayar berkali-kali lipat. Menurut OJK, memang hanya mengawasi Fintech yang terdaftar saja sedangkan Fintech yang tidak terdaftar banyak juga melakukan pelanggaran secara masif," ucapnya.
 
[pilihan-redaksi2]
Disebutkan bentuk pelanggaran hukum Fintech nakal ini tertuang di pasal 4 Undang Undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dimana konsumen berhak mendapatkan informasi yang baik benar dan jujur. Begitu juga, kata dia dapat dijerat dalam UU No 11 Tahun 2008 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyatakan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan transmisi dan memindahkan informasi elektronik milik orang lain akan dipidana dengan penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar. 
 
Armaya berharap, kedepan pemerintah melalui OJK  agar segera membuat regulasi yang kuat masalah Fintech ini sekaligus memberikan sanksi berat, kepada Fintech nakal, bukan saja memblokir tapi menyeret ke ranah hukum bagi pelaku usaha nakal Fintech yang banyak merugikan konsumen. (bbn/aga/rob)

Reporter: bbn/aga



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami