search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Perbedaan Posisi Tawar Petani dengan Investor Pariwisata Akibatkan Ketimpangan
Rabu, 26 Juni 2019, 12:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Antropolog Universitas Melbourne, Dr. Graeme Macrae mengatakan Sektor pariwisata terkesan memberi peluang bisnis sangat tinggi masyarakat Bali termasuk kalangan petani. Perbedaan posisi tawar petani dengan investor pariwisata menjadikan ketimpangan pendapatan antar petani dan pelaku pariwisata semakin lebar.  
 
[pilihan-redaksi]
Hal itu dikatakannya saat hadir sebagai dosen tamu di Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian Unud, Selasa (25/6). Pariwisata, lanjutnya, selama ini lebih memiliki kekuatan lebih kuat cendrung mengeksploitasi sumber daya pertanian, sehingga aktivitas memunculkan berbagai dampak pada kerusakan lingkungan seperti rusaknya terumbu karang, degradasi kualitas air Danau Batur.
 
Dampak pariwisata lainnya, lanjut akademisi internasional yang pertama ke Bali Tahun 1977 ini, petani mengalami kenaikan biaya hidup, biaya produksi, peningkatan alih fungsi lahan, dan perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor lain. “Akibat pariwisata, hanya satu yang tidak naik adalah pendapatannya yang terus menurun,” kritiknya. 
 
Kondisi ini diyakini mendorong petani untuk menjual atau mengontrakkan tanahnya. Ditetapkannya, Subak Jatiluwih sebagai bagian dari situs warisan budaya dunia (WBD) sejatinya membawa peluang besar mengembangkan agrowisata. WBD sebagai apresiasi integrasi pertanian dan budaya bali, dalam organsisasi subak. Integrasi ini diharapkan dapat melestarikan budaya pertanian dan menekan ancaman pariwisata. 
 
Ia menekankan pengembangan pariwisata hanya bersifat sementara alias tidak berkelanjutan karena pariwisata akan habis pada waktunya. Manusia pun akan kembali pada sektor pertanian. 
 
Sektor pertanian menjamin kesehatan lingkungan, keamanan pangan demi kelangsungan peradaban manusia. Pilihan mahasiswa untuk belajar bidang pertanian merupakan pilihan berani dalam lingkungan ekonomi dan budaya yang mengutamakan pariwisata. 
 
Sementara, Guru Besar FP Unud Prof. Dr. Ir. Made Antara, M.S. mengakui kondisi sektor pertanian di Bali yang “dihancurkan” sektor pertanian. Pemerintah Indonesia dan Bali, papar Prof. Antara, belum mampu membuat kebijakan yang menghindarkan pertanian dari eksploitasi pariwisata. 
 
“Harusnya Pemerintah Bali memajukan pertanian mencontoh kebijakan pemerintah Israel, usaha tani dikembangkan dengan pendekatan industry 4.0,” tegasnya. 
 
Mengatasi hal tersebut, Dr. Macrae mengusulkan Bali memiliki master plan sebagai grand design pariwisata dimana dengan master plan itu pembangunan pariwisata Bali berasakan keseimbangan. Keseimbangan pariwisata dan pertanian dapat diwujudkan dengan agrowisata. 
 
[pilihan-redaksi2]
Dekan Fakultas Pertanian Unud Prof. Dr. I. I Nyoman Rai, MS menyatakan pembangunan agrowisata harus didahului dengan program pemberdayaan masyarakat. Pasalnya, selama tiga tahun merancang pengembangan agrowisata salak di Bali Timur, kendati secara infrastruktur penunjang dan atraksi wisatanya beragam ternyata aktivitas agrowisata tidak sesuai harapan. 
 
“Pendampingan menjadi faktor kunci pengembangan agrowisata berbasis masyarakat,” katanya. 
 
Koordinator Prodi Agribisnis menjelaskan kuliah tamu yang bertemakan wisata versus pertanian menjadi agrowisata salah satu upaya prodi meningkatkan wawasan mahasiswa dan dosen terkait kajian agrowisata. Peningkatan wawasan agrowisata bagi mahasiswa dan dosen sangat penting karena agrowisata menjadi bidang unggulan FP Unud. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami