search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ngesanga "Paneduh Jagat" di Lombok Dipuput 7 Sulinggih
Rabu, 2 Februari 2022, 11:35 WITA Follow
image

beritabali/ist/Ngesanga

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Rangkaian upacara Ngesanga "Paneduh Jagat" dan "Nyepik Nyegara Kertih digelar di perempatan/simpang empat Cakranegara, Kota Mataram, NTB, Selasa (1/2) pukul 14.00 WITA dan dipuput 7 orang Sulinggih

Karya Peneduh Jagat yang diinisiasi Penglingsir Puri Agung Cakranegara ini, menggunakan sarana Asu Blangbungkem (anjing bulu merah), Bawi (babi) Butuan, dan beberapa jenis unggas untuk Pencaruan (persembahan/kurban). 

Adapun makna upacara Peneduh Jagat ini adalah sebagai penolak bala, pascabencana alam terjadi di beberapa tempat di Lombok atau NTB. Termasuk menolak bala yang ditimbulkan akibat pandemi COVID-19.

Wakil Ketua Panitia upacara Peneduh Jagat, Ida Wayan Oka Santosa ditemui saat upacara berlangsung menerangkan, upacara mecaru yang diinisiasi Penglingsir Puri Agung Cakranegara ini, diawali adanya paruman Sulinggih Siwa Budha se-pulau Lombok pada 14 Desember 2021 lalu. Yang kemudian menghasilkan keputusan, agar Puri Agung Cakranegara melaksanakan upacara Peneduh Jagat. 

Berlatarbelakang situasi wilayah Lombok yang sering terjadi bencana pada beberapa waktu lalu. Mulai dari gempa bumi, status gunung Rinjani yang sempat di level 2, bencana banjir hingga menelan 5 korban jiwa di Lombok Barat. Serta kekhawatiran adanya coronavirus varian baru, Omicron yang sudah masuk NTB. 

"Tujuan upacara mecaru peneduh Jagat ini sama seperti namanya, agar teduh, sejuk, tenang, damai, nyaman. Serta Jagat artinya alam semesta," jelas Ida Wayan Oka Santosa dari Geria Aron-aron Cakranegara ini. 

Secara universal kata Ida Wayan Oka Santosa, tujuan upacara peneduh Jagat agar pulau Lombok khususnya dan NTB umumnya terhindar dari bencana alam dan pandemi penyakit. 

Dipuput tiga Pedanda Budha dan empat Pedanda Siwa, upacara mecaru peneduh Jagat ini dimulai dari berbagai rangkaian. 

Diawali upacara Mepepada di Pura Jagat Natha Mayura pada Minggu pagi, (21/1). Yakni men-suci-kan atma dari hewan-hewan yang akan digunakan sebagai sarana pencaruan. Dengan tujuan agar derajat hewan-hewan yang digunakan sebagai caru tersebut meningkatkan derajat saat kelahirannya kembali (Punarbhawa). 

Pencaruan besar Nawa Kepang ini pertama kali dilaksanakan di Lombok. Dengan tujuan khusus menghindari bencana alam dan pandemi. 

"Dan pada hari ini Selasa (1/2) secara parsial kita sudah melakukan berbagai kegiatan. Mulai nuwur tirta di tengahin segara Loang Baloq,  Ampenan pada pagi hari dipuput Ida Pedanda juga.  Dan tirta sudah dituntun diadeg-kan di Surya," jelas Ida Wayan Oka. 

Ngelungsur tirta di Pura Dalem dan Prajapati Karang Bangkong juga dilakukan pada pagi hari. Selama rangkaian upacara Peneduh Jagat berlangsung sejak beberapa hari lalu, mendapat pengawalan dan pengamanan pihak Kepolisian Sektor Cakranegara. Termasuk pengaturan lalu lintas, karena tempat upacara mengambil sebagian badan jalan. 

Kapolsek Cakranegara, Kompol Mohammad Nasrullah SIK menjelaskan, atensi pihak Kepolisian selama upacara Peneduh Jagat diberikan sejak awal rangkaian acara. 

Dan melibatkan lintas sektor. Mulai Samapta, Polantas  terkait rekayasa lalu lintas. Total 75 personil polisi diterjunkan untuk pengamanan. 

"Kegiatan upacara ini kan ada di beberapa titik di banyak tempat. Dan pengamanan kita lakukan sejak awal rangkaian upacara. Dari mulai mengambil air(tirta) terus kita kawal ke Pura," ujar Kapolsek Nasrullah, ditemui di lokasi acara pencaruan berlangsung. 

Yakni di perempatan depan Kantor Polsek Cakranegara. Kompol Nasrullah mengungkapkan, sejak awal rapat dengan panitia acara, hal paling penting ditekankan adalah protokol kesehatan selama acara  berlangsung. Sehingga jumlah peserta acara juga dibatasi. 

Dan rentang waktu 4 jam yang diajukan panitia, dipangkas menjadi 2 jam mengingat situasi dan menghindari kerumunan. 

Sementara itu sore hari di pantai Loang Baloa Ampenan, ratusan krama Hindu kota Mataram melaksanakan persembahyangan bersama. Upacara Nangluk Merana dan Ngepik Segara Kertih dipuput empat orang Pedanda dan diinisiasi PHDI NTB. 

Nangluk Merana menampilkan Topeng Sidakarya ini untuk mengusir bencana dan pandemi di wilayah NTB ini. Acara diakhiri dengan mapekelem ke segara menggunakan perahu.

Reporter: bbn/lom



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami