Mengenal Asal Mula nama Tainsiat, Tampak Gangsul dan Kaliungu
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Dikisahkan Raja Mengwi kesal karena daerah kekuasaannya direbut oleh I Gusti Ngurah Pemecutan. Raja Mengwi lalu meminta bantuan kepada Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Panji Sakti.
Singkat cerita, pada suatu hari berangkatlah Pasukan Goak (Laskar I Gusti Ngurah Panji Sakti) menuju Kerajaan Badung. Sesampai di areal persawahan di sebelah timur laut Puri Pemecutan pasukan itu berhenti.
Raja Badung yang mendengar bahwa wilayahnya diserang oleh Buleleng lalu memerintahkan Sikep (Laskar Badung) untuk menghadapi Goak Buleleng. Terjadilah perang antara Goak Buleleng dengan Sikep Badung. Sikep Badung terdesak dan banyak yang gugur.
Darahnya mengalir bersama aliran air parit. Sikep Badung sementara mundur untuk menghadap raja ke Puri. Setelah beberapa langkah dari arena pertempuran, ternayat Raja Badung telah berangkat menuju tempat pertempuran.
Raja Badung memerintahkan kembali bertempur. Diperintahkan agar para Sikep turun ke “nyarangan” (petak sawah yang siap ditanami padi), mengambil lumpur untuk dilemparkan ke mata Goak. Atas perintah tersebut, Laskar Sikep berbalik bersemangat kembali menuju medan perang.
Pertempuran semakin dasyat, dimana Pasukan Sikep Badung melempari Goak Buleleng dengan lumpur.
Pasukan Goak terdesak lalu mundur. Pada saat bersamaan muncullah I Gusti Ngurah Panji Sakti. Perang tanding pun terjadi antara Raja Buleleng dengan Raja Badung. Pertarungan sangat dasyat, sama-sama sakti, sama-sama lihai dan hebat bersenjatakan pedang, tombak dan keris. Sama-sama tak tergores sedikitpun oleh senjata. Sama-sama kebal.
Pertempuran yang begitu dasyat, tak ada yang kalah tak ada yang menang. Keduanya merasa kepayahan. Dalam kelelahan mereka di pertempuran, tiba-tiba ada sabda Betara Batur.
“Hai anakku I Gusti Ngurah Panji Sakti dan I Gusti Ngurah Pemecutan, janganlah dilanjutkan pertempuran ini. Biar sampai setahun berperang, tidak akan ada yang kalah dan menang, karena kamu mempunyai anugerah yang sama dari Aku Betara Batur. Jadi, engkau mempunyai kekuatan dan kekebalan yang sama pula. Sebaiknya kamu mulai saat ini bersaudara, berteman akrab saling menolong satu dengan yang lain”.
Ketika mendengar sabda itu lalu pertempuran dihentikan. Kedua belah pihak sama-sama berhenti berperang. I Gusti Ngurah Panji Sakti berkata, “Hai adikku I Gusti Ngurah Pemecutan kita disarankan oleh Betara Batur untuk tidak berperang satu sama lain karena anugerah sama.
Mulai saat ini saya tidak akan berani kepada dinda, demikian pula dinda tidak berani kepada saya. Antara Buleleng dan Badung tidak boleh ada perang lagi. Oleh karena itu aku I Gusti Ngurah Panji Sakti, mulai saat ini dinda saya beri nama I Gusti Ngurah Pemecutan Sakti. Demikianlah untuk diingat seterusnya. Sekarang saya berpamitan akan kembali ke Den Bukit, semoga dinda selamat”.
Raja Badung menyetujui dan mengucapkan selamat jalan kepada I Gusti Ngurah Panji Sakti. Setelah ditinggalkan oleh I Gusti Ngurah Panji Sakti bersama pasukan Goak, maka Raja Badung kembali bersama para Sikep.
Namun sebelum kembali beliau berkata, “Oleh karena di tempat ini terjadi perang (siat), maka mulai saat ini tempat ini dinamai “Taensiat” (taen berarti pernah, “siat” berarti perang), kini menjadi TAINSIAT.
Demikian pula parit tempat darah para sikep bercampur air parit itu mengalir karena airnya berwarna ungu. Untuk selanjutnya areal parit tersebut dinamai “KALIUNGU”.
Selanjutnya raja dan Pasukan Sikep berjalan menuju arah puri ke arah barat daya. Pada suatu tempat beliau ingat kembali dan berkata, “Oleh karena di tempat ini Laskar Sikep mau berbalik ke medan perang kembali untuk selanjutnya tempat ini diberi nama “Tampak Wangsul” (tampak, ‘tapak’, wangsul ‘kembali).
Dalam perkembangannya menjadi “TAMPAK GANGSUL”. Demikian untuk selanjutnya agar diingat”. Setelah berkata demikian, maka raja beserta para sikep melanjutkan perjalanan ke puri.
Diolah dari berbagai sumber, Seperti kanduksupatra.blogspot.com, Culture.Denpasarkota.go.id dan Sumber lain
Reporter: bbn/net