search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Hakim: Kekerasan Seksual Brigadir J Tak Dapat Dibuktikan Secara Hukum
Senin, 13 Februari 2023, 13:32 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Hakim: Kekerasan Seksual Brigadir J Tak Dapat Dibuktikan Secara Hukum

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai kekerasan seksual terhadap terdakwa Putri Candrawathi sebagai motif pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tak dapat dibuktikan secara hukum.

Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan hal tersebut diketahui berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana yang telah bergulir sejak Oktober tahun lalu.

"Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut di atas, dengan demikian motif adanya kekerasan seksual yang dilakukan oleh korban Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi tidak dapat dibuktikan menurut hukum," kata hakim Wahyu saat membacakan pertimbangan perkara Ferdy Sambo, PN Jakarta Selatan, Senin (13/2).

Karena itu, menurut hakim, motif pembunuhan Yosua tak terkait dengan kekerasan seksual terhadap Putri.

Hakim menjelaskan motif pembunuhan tersebut lebih karena ada perasaan sakit hati Putri terhadap perbuatan atau sikap Yosua. Namun, hakim tidak mengungkapkan perbuatan Yosua dimaksud.

"Sehingga motif yang lebih tepat menurut majelis hakim adanya perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, di mana perbuatan atau sikap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat tersebut yang menimbulkan perasaan sakit hati yang begitu mendalam terhadap Putri Candrawathi," kata hakim.

Hakim menyatakan tidak ada bukti yang valid mengenai pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan Yosua terhadap Putri.

"Apabila mencermati keadaan yang terjadi tanggal 7 Juli tersebut tidak ada bukti pendukung yang mengarah pada kejadian yang valid adanya pelecehan seksual atau kekerasan seksual atau lebih dari itu," imbuhnya.

Hakim mempertimbangkan sejumlah hal, termasuk perihal relasi kuasa dalam tindak pidana kekerasan seksual. Hakim mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.

Dalam kondisi ini, menurut hakim, Putri Candrawathi memiliki posisi dominan dibandingkan Yosua karena merupakan istri dari seorang jenderal polisi bintang dua dan berlatar belakang pendidikan dokter.

Sementara Yosua hanya lulusan SMA dan berpangkat Brigadir yang ditugaskan sebagai ajudan Sambo untuk membantu Putri baik sebagai sopir maupun tugas lain.

"Sehingga dengan adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud sangat kecil kemungkinannya kalau korban Nofriansyah Yosua Hutabarat melakukan pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap Putri," kata hakim.

Hakim menambahkan tidak ada fakta yang mendukung Putri mengalami gangguan stres pasca-trauma atau post traumatic stress disorder akibat pelecehan seksual atau perkosaan. Hakim juga menyoroti proses pemulihan korban pelecehan atau kekerasan seksual yang seharusnya butuh waktu lama.

Berdasarkan keterangan saksi Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), Putri memerintahkan Ricky untuk mencari dan mengajak Yosua ke lantai dua rumah di Magelang untuk menemuinya. Peristiwa itu tidak lama setelah Putri mengaku diperkosa Yosua.

"Bahwa dari pengertian gangguan stres pasca-trauma atau post traumatic stress disorder dan tahapan proses pemulihan korban kekerasan seksual di atas, perilaku Putri yang mengaku sebagai korban justru bertentangan dengan profil korban menuju pemulihan," tutur hakim.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Sambo dengan pidana penjara seumur hidup dan Putri dengan pidana delapan tahun penjara. Keduanya dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sambo juga dinilai terbukti melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J.

Tindak pidana itu turut melibatkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Ricky Rizal (Bripka RR) dan Kuat Ma'ruf. Richard dituntut dengan pidana 12 tahun penjara, sementara Ricky dan Kuat dituntut dengan pidana delapan tahun penjara.

Pembunuhan terhadap Yosua terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Richard dan Sambo disebut menembak Yosua.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami