search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
13 Seniman Ikuti "CRISIS” Pameran Seni Rupa Jimbafest 2024
Minggu, 20 Oktober 2024, 10:22 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/13 Seniman Ikuti "CRISIS” Pameran Seni Rupa Jimbafest 2024

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Ketika dunia dalam keadaan tidak sedang baik-baik saja, tentu itu berarti kita sedang dalam keadaan bahaya. Ungkapan ini sebagaimana anggapan terhadap peran Jimbafest turut mengkritisi kedaan dunia yang semakin mengkawatirkan. 

Jimbafest 2024 di bagian program seni rupa memang sedang berfokus pada pemikiran bagaimana menghadirkan pemeran seni rupa yang berbeda dari biasanya. 

Dr. Putu Agung Prianta selaku founder Jimbafest mengatakan bahwa pameran ini merupakan upaya untuk melihat dan mengamati kenyataan yang sebenarnya, menggali permasalahan, merespon apa yang terjadi, serta menghadirkan dan menyuguhkan ulasan akan posisi seniman sebagai studi kasus melihat berbagai penurunan kualitas yang menjadi “crisis” kehidupan di muka bumi ini. 

Krisis lingkungan, sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan hampir saling terhubung satu dengan yang lainnya. Persoalan perubahan iklim yang sangat ekstrim, kekeringan, banjir, longsor, mencairnya es di dua kutup, polusi yang semakin meningkat, perang, kemiskinan, kekerasan, serta muncul dan merebaknya penyakit yang tidak pernah terduga menjadi sorotan tajam betapa memang dunia semakin dalam keadan tidak baik. 

Untuk itu pameran seni rupa “Crisis”, karya seni yang akan dipamerakan tidak terbatas pada keindahan karya yang memberi nilai kepuitikan semata, tapi menyikapi Crisis dengan menampilkan gagasan pemikiran pada “lebih bermakna sesuatu” dan memberikan penyadaran secara kristis. 

Agung Prianta dengan sengaja menyiapkan tempat pameran baru, dikerjakan hampir sebulan penuh berupa hall yang ia namai Jimba Art Hall yang berlokasi di Jimbaran Hub. Tempat pameran ini menurutnya terinspirasi dari gudang-gudang tua di beberapa tempat yang pernah ia kunjungi baik di eropa maupun kota-kota di Asia. 

Jimba Art Hall ada atau hadir sebagai ingatan baru untuk memulai dan menginisiasi seni bagi Jimbaran sebagai pusat seni baru di Pulau Bali. Ketika diangkatnya tema ”Crisis,” Agung Prianta bertemu dengan curator seni Yudha Bantono dan Jean Couteau, ia ingin menempatkan kenyataan dan kebenaran hakiki sebagai sebuah kritik. 

Walaupun kental bernuansa provokasi sebagai sebuah praktek penyampaian, Agung Prianta seolah ingin memperkenalkan strategi baru sebagai bagian komunikasi penting yang hadir di tengah-tengah beragam konflik saat ini. 

Untuk itu ketika menerima sinyal dari gelagat Agung Prianta, Yudha Bantono dan Jean Couteau memilih dan mengundang karya dari 13 seniman baik dari Indonesia maupun mancanegara. Seniman-seniman itu diantaranya dari Indonesia Made Wianta, Made Bayak, Gilang Propagila, Jango Pramartha, Wayan Upadana dan Arkiv Vilmansa. 

Sedangkan dari manca negara diantaranya Paul Trinidad, Jon Terry, Jerremy Blank, Antony Muia, Vladimir Todorovic, kesemuanya dari Australia, serta Stephan Spicher dari Switzerland. Ketigabelas seniman ini akan membawa gagasan sebagai bagian dari kekuatan karyanya, nantinya karya-karya itu akan menjadi pembicaraan yang lebih luas, bahkan menjadi bagian yang dapat membangun ruang kesadaran pemirsa atau pengunjung Jimbafest, bahkan akan menjadi aksi konkret. 

Karya-karya ketiga belas seniman yang terlibat dalam pameran diharapkan dapat menjadi penafsiran menarik, bukan hanya menunjukkan hasrat turut serta berselebrasi bersama dalam sebuah pameran semata, melainkan menjadi gambaran permasalahan besar “Crisis” yang memang sedang berkecamuk di dunia saat ini, yang secara ironis kadang tidak nampak bahkan bisa berubah-ubah wujud. 

Pameran seni rupa Crisis sendiri akan berlangsung pada 26 Oktober sampai 26 November 2024. Pameran Seni Rupa Crisis adalah upaya membangun ruang komunikasi yang nantinya akan menjadi pengingat untuk bangkit melalui tanda-tanda, dan aksi artistik yang kritis, baik menghadirkan maupun membaurkan peristiwa sebagai sebuah pesan yang memiliki nilai atau gerakan moril. 
Sehingga, khalayak luas bisa memahami, apa yang dilakukan seniman dalam pameran seni rupa Crisis berarti apa yang terjadi dan tengah berubah dalam kehidupan yang serba was-was ini. 

Kembali menurut Agung Prianta, dimana ia banyak berkutat pada penelitian pariwisata dan budaya, bahwa infra struktur seni rupa di Bali harus jeli melihat berbagai ketimpangan yang menjadikan Bali hanya sebagai tempat dari peristiwa seni, dan kebanyakan tidak berkelanjutan. 

Bali telah membuktikan banyak melahirkan seniman-seniman hebat. Jimba Art Hall setidaknya adalah langkah inisiasi yang telah lama ia fikirkan, terlebih dahulu membuka JHub Art Space serta aneka kegiatan seni lainnya. 

Untuk itu ia mengatakan ini baru permulaan atau awal, sedangkan selebihnya pergeseran estetika seni yang melibatkan banyak kemajuan teknologi saat ini memerlukan ruang, dan Jimba Art Hall akan hadir bersama para seniman melalui program-program yang akan dirancang bersama board curator. 

“Saya yakin Jimba Art Hall akan membuka berbagai kemungkinan, menciptakan landasan kajian baru bagi wacana dan praktek berkesenian, menawarkan gagasan, dialog dan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk lintas disipliner baik nasional maupun internasional. Dan Pameran Seni Rupa Crisis adalah sebuah cara untuk membuka mata dan hati kita semua, bahwa sekali lagi dunia kita sedang tidak baik-baik saja. Dan dari Bali kita tidak diam, tapi sedang bersuara bagi kebaikan dunia,” jelasnya menurut Agung.

Editor: Juniar

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami