Bius Korban Lalu Perkosa: Dokter Residen Diduga Alami Somnofilia, Apa Itu?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sebuah kasus mengejutkan dunia medis dan pendidikan kedokteran, termasuk di kalangan publik baru-baru ini. Seorang dokter residen (calon dokter spesialis) anestesi dilaporkan dengan dugaan melakukan pelecehan seksual berat terhadap seorang perempuan yang sedang menunggu pasien di rumah sakit.
Berdasarkan laporan, korban dibius terlebih dahulu hingga tak sadar sebelum diperkosa oleh pelaku. Kasus ini memicu kemarahan publik dan menjadi perhatian media nasional. Pelaku kini telah ditangkap dan akan menjalani proses hukum.
Muncul dugaan, pelaku mengalami kecenderungan seksual tidak biasa yang disebut sebagai somnofilia—sebuah bentuk "parafilia" yang jarang diketahui publik namun memiliki konsekuensi serius, baik secara psikologis maupun kriminal.
Mengenal Parafilia: Ketertarikan Seksual Yang Tidak Biasa
Dalam ilmu seksologi, parafilia merujuk pada pola ketertarikan seksual yang berbeda dari norma-norma umum, biasanya melibatkan obyek, situasi, atau individu yang tidak lazim menjadi fokus seksual.
DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5) mengklasifikasikan parafilia menjadi beberapa jenis, seperti pedofilia-tertarik secara seksual terhadap anak kecil, ekshibisionisme-mendapatkan kepuasan seksual dengan membuat orang takut setelah diperlihatkan alat kelamin, voyeurisme-tertarik dan puas secara seksual dengan mengintip orang telanjang, dan banyak jenis parafilia lainnya.
Parafilia bisa tidak berbahaya jika tidak merugikan orang lain dan hanya bersifat fantasi. Namun, ketika seseorang dengan parafilia melibatkan orang lain tanpa persetujuan, apalagi hingga melibatkan kekerasan atau pelanggaran hukum, maka itu masuk dalam ranah paraphilic disorder—yang dianggap gangguan mental dan memerlukan intervensi serius.
Bagaimana Dengan Somnofilia?
Somnofilia berasal dari kata "somnus" (tidur) dan "philia" (ketertarikan). Ini adalah parafilia di mana seseorang mengalami dorongan seksual atau kepuasan dengan melihat atau melakukan aktivitas seksual terhadap orang yang sedang tidur, tidak sadar, atau yang tidak berdaya, tidak bisa memberikan persetujuan atau "consent" untuk melskukan hubungan seksual seperti misalnya tidak berdaya karena terbaring sakit.
Dalam banyak kasus, ini tidak hanya melibatkan fantasi, tetapi juga tindakan nyata yang melanggar hak tubuh orang lain—seperti diduga kasus residen anestesi ini.
Somnofilia sangat berbahaya karena mengandalkan ketidakmampuan korban untuk menolak atau menyadari apa yang terjadi. Dalam dunia hukum, tindakan ini jelas dikategorikan sebagai pemerkosaan atau pelecehan seksual berat.
Somnofilia vs. Nekrofilia vs. Sexsomnia
Ada beberapa istilah lain yang juga sering dibicarakan, karena sering dianggap serupa. Meski terdengar mirip, ada perbedaan mendasar antara somnofilia, nekrofilia, dan sexsomnia:
Somnofilia: Ketertarikan seksual terhadap orang yang tidur atau tidak sadar. Korban masih hidup tetapi tidak dalam kondisi sadar atau mampu menolak. Jika dilakukan tanpa persetujuan sebelumnya, termasuk kategori kekerasan seksual.
Nekrofilia: Ketertarikan seksual terhadap mayat. Ini adalah salah satu bentuk parafilia paling ekstrem dan tergolong pelanggaran hukum berat serta dianggap sebagai gangguan jiwa berat.
Sexsomnia (sleep sex): Kondisi gangguan tidur langka di mana seseorang secara tidak sadar melakukan aktivitas seksual saat tidur, mirip dengan sleepwalking. Berbeda dengan somnofilia dan nekrofilia, sexsomnia bukan merupakan parafilia, melainkan gangguan tidur neurologis dan sering kali tanpa ingatan setelahnya.
Sekilas Komentar Kasus Ini
Jika yang terjadi adalah benar, dalam kasus pelaku yang adalah residen anestesi, situasinya menjadi lebih kompleks. Ia memiliki akses terhadap obat bius dan posisi dalam relasi pelayanan di rumah sakit. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang pengawasan dan sistem perlindungan pasien maupun keluarga pasien.
Terlepas dari motif seksual atau dorongan parafilia yang mendasarinya, tindakan tersebut adalah kejahatan berat dan harus ditangani tidak hanya secara psikologis tetapi juga hukum.
Baca juga:
Viral Model Diduga Jadi Korban Fetish Mukena
Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?
1. Pendidikan Seksual dan Etika Profesi Calon tenaga medis perlu mendapatkan pendidikan yang menyeluruh tentang batasan etika, consent (persetujuan), dan kesehatan mental, termasuk mengenal bentuk-bentuk parafilia dan bahayanya jika tidak dikontrol.
2. Sistem Pengawasan Rumah Sakit yang Ketat Rumah sakit wajib memiliki sistem pemantauan dan pengawasan yang lebih baik terhadap akses obat bius, ruang isolasi, dan interaksi antara tenaga medis dengan pasien maupun keluarganya. Termasuk koordinasi dengan institusi pendidikan dokter spesialisnya.
3. Akses Konseling Klinis untuk Tenaga Medis Stres, kelelahan, dan gangguan mental dapat muncul dalam dunia kerja medis. Konseling berkala dan skrining kesehatan mental harus menjadi bagian dari sistem pendidikan dan pekerjaan juga.
4. Edukasi Publik tentang Persetujuan Masyarakat perlu diedukasi tentang pentingnya consent dalam hubungan seksual. Seseorang tidak bisa memberikan persetujuan untuk aktivitas seksual atau ajakan mencurigakan lainnya dan setiap tindakan seksual dalam kondisi ini adalah kekerasan.
Pesan Akhir
Kasus ini menjadi pengingat bahwa parafilia bukan hanya soal "penyakit pribadi", tetapi bisa menjadi bencana sosial jika tidak dikenali dan ditangani dengan serius. Kita perlu memperkuat sistem deteksi dini, memperluas pemahaman tentang parafilia, dan membangun sistem kesehatan yang tidak hanya profesional, tapi juga manusiawi dan aman untuk semua. (dr. I Made Oka Negara, S.Ked., FIAS)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/oka