search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pupuk Bersubsidi
Minggu, 1 Februari 2009, 18:43 WITA Follow
image

images.google.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Beginilah nasib menjadi petani. Ketika memerlukan pupuk, mereka terpaksa menjerit lantaran jatah pupuk bersubsidi yang seharusnya mereka terima dimainkan oleh oknum-oknum yang ingin mengeruk keuntungan dari kesulitan yang diderita petani. Kejadian ini terjadi pada krama subak subak sawah dan subak abian Desa Tukadaya, Melaya.

Pada musim tanam kali ini mereka kesulitan mendapat pupuk lantaran jatah pupuk bersubsidi yang mereka terima kurang dari jumlah yang diajukan. Belum lagi harganya melambung tinggi dari harga standar pemerintah. Diduga, kondisi ini disebabkan karena adanya oknum-oknum yang memainkan pendistribusian pupuk tersebutpupuk bersubsidi yang seharusnya mereka terima dimainkan oleh oknum oknum yang ingin mengeruk keuntungan dari kesulitan yang diderita petani

"Ketika pupuk bersubsidi masih disalurkan lewat KUD, kami tidak pernah kesulitan pupuk dan harganyapun masih standar. Namun ada distributor lain, kami kesulitan mendapat pupuk," keluh salah seorang krama subak tersebut.

Menurutnya, harga pupuk bersubsidi juga melambung dari standar yakni Rp.60 ribu sampai Rp.63 ribu per sak menjadi Rp.75 ribu sampai Rp.80 ribu per sak. "Jika ada petani yang bayar setelah panen, harganya menjadi Rp.90 ribu sampai Rp.100 ribu perzaknya," imbuhnya.

Dirinya mengakui kalau sampai saat ini penyaluran pupuk bersubsidi dari KUD masih lancar dan harganya masih standar berkisar Rp. 61 ribu persak namun stoknya yang kadang-kadang tidak ada. Sedangkan di distributor yang ada di Tukadaya stoknya cukup banyak namun harganya melambung yakni Rp.75 ribu per sak.

"Kalau sampai di subak harga kembali naik menjadi Rp.80 ribu per sak," ujarnya. Mereka menduga permasalahan ini lantaran sebagian jatah mereka dijual ke wilayah lain atau ditimbun di gudang distributor sehingga terjadi kelangkaan pupuk. "Kalau sudah langka, distributor kan gampang memainkan harga karena tingkat kebutuhan kami cukup tinggi," ujarnya.

Kelian Subak Berawan Tangi, I Ketut Seden, ketika dihubungi, Minggu (1/2) mengakui kalau ada krama subaknya kesulitan mendapatkan pupuk, terutama urea. Namun menurutnya permasalahan ini terjadi lantaran petani jarang yang mau menggunakan pola pemupukan berimbang yakni 1 hektar sawah dengan 2 sak urea ditambah pupuk lainnya. "Kalau dengan urea saja jelas kekurangan," jelasnya.

Seden juga mengaku kalau dirinya hanya menyalurkan saja pupuk bersubsidi dari KUD saja. "Saya hanya menyalurkan saja dari KUD dengan harga Rp.61 ribu per sak ditambah biaya admisnitrasi Rp. 1. 000 sehingga jadi petani bayar Rp. 62 ribu. Saya tidak pernah menyalurkannya melebihi harga tersebut," tegasnya.

Dirinya juga mengaku tidak tahu kalau ada petani yang membeli pupuk di luar yang disalurkannya dengan harga yang lebih tinggi. "Saya hanya mencari pupuk di KUD saja. Saya juga tidak tahu kalau ada yang membeli di luar KUD dengan harga yang lebih mahal. Apa yang saya lakukan hanya sesuai dengan aturan pemerintah," kelitnya.


Wisnu Wardana, Perbekel Tukadaya, ketika dikonfirmasi terpisah, Minggu (1/2) mengakui kalau dirinya menerima banyak keluhan dari petani karena kesulitan mendapat pupuk dan harganya mahal. "Saya tampung dulu, nanti saya sampaikan ke Camat dan Pemkab Jembrana untuk segera disikapi. Kalau ada oknum yang sengaja membuat kondisi itu, agar diberikan sanksi tegas," tegasnya. (dey)

Reporter: bbn/ctg



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami