Pemerintah Belum Perhatikan Hak Keluarga Korban Bom Bali
Kamis, 4 Juni 2015,
17:50 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Sebagai korban tindak kejahatan terorisme, keluarga korban tragedi Bom Bali masih merasakan hak-hak mereka belum diperhatikan oleh pemerintah. Bahkan, tak sedikit kehidupan keluarga korban Bom Bali, masih rentan dan mengalami kesulitan ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyatakan pihaknya mendapat pengaduan dari para keluarga korban Bom Bali yang merasakan hak-haknya sebagai korban kejahatan belum dipenuhi secara baik oleh pemerintah.
"Sejak satu hingga dua bulan terakhir ini, korban Bom Bali mengadu kepada LPSK. Kita mengambil pelajaran dari kasus korban terorisme di Bali," ucap Haris, dalam keterangan resminya di sela Rapat Koordinasi Pemangku Kepentingan Pemenuhan Hak Hak Korban Kejahatan di Kuta, Bali, Kamis (4/5/2015).
Menurut Haris, setelah beberapa tahun tragedi Bom Bali berlalu, kini keluarga korban mengajukan perlindungan ke LPSK, karena hak mereka selama ini terabaikan. Padahal, sambung Haris, sesuai amamat UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan, korban dan keluarga tindak kejahatan tak hanya mendapat bantuan medis psikologis tetapi psikosial.
"Pemenuhan hak-hak itu dapat diterima korban, baik bentuk pemenuhan hak hidup atas pangan, sandang, pekerjaan dalam meningkatkan kualitas hidup korban. Keluarga korban Bom Bali menginginkan adanya bantuan medis, psikososial dan bantuan lainnya," ungkapnya.
Haris menuturkan, meski peristiwa Bom Bali sudah terjadi cukup lama dan beberapa tahun lalu, namun dalam perkembanganya baru diajukan belum lama ini. Hal itu lantaran, keluarga korban baru menyadari akan hak-haknya dan berharap LPSK bisa memfasilitasi untuk mendapatkan hak-hak mereka.
"Hal ini masih dalam proses dan kami sudah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan kementerian terkait seperti Kemensos," tuturnya.
Haris mengaku pada Rakor LPSK ini, pihaknya berharap bisa mencari solusi program kerja satuan kerja di daerah yang lebih cepat responsif terhadap kebutuhan korban. Haris memberi contoh diantaranya beberapa kasus aktual capaian LPSK seperti kasus TPPO Kartigo kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jakarta Internasional Scholl (JIS).
"Pada kasus ABK Kartigo para korban traffiking berhasil dikabulkan permohonan restitusinya oleh hakim, PT Kartigo memenuhi vonis membayar Rp1,2 Miliar kepada korban," jelasnya.
Melihat kasus itu, LPSK akan menjadi catatan tersendiri karena masih sangat jarang hakim yang mau mengabulkan tuntutan restitusi korban kejahatan dan masih sedikit vonis restitusi yang berhasil dieksekusi atau dilaksanakan.
Berita Badung Terbaru
Reporter: bbn/rob