search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
BCW Dukung Jokowi Tarik Diri dari Pembahasan Revisi UU KPK
Jumat, 19 Februari 2016, 21:05 WITA Follow
image

beritabalicom/file

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

LSM anti korupsi di Bali, Bali Corruption Watch (BCW), mendukung desakan berbagai elemen LSM dan tokoh anti korupsi yang meminta Presiden RI, Joko Widodo, agar menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK di DPR. Sebab, dipantau dari substansi yang hendak direvisi di DPR, tidak ada indikasi penguatan KPK, tetapi justru upaya untuk mengkerdilkan dan melemahkan KPK. 
 
Ketua BCW, Putu Wirata Dwikora menyatakan hal itu, menanggapi pembahasan revisi UU KPK di DPR RI yang tertunda beberapa hari lalu.
 
‘’Dari substansi yang hendak direvisi, baik yang sempat dibahas dengan kalangan LSM dan perguruan tinggi beberapa tahun lalu maupun yang sekarang berkembang di media massa, indikasi melemahkan KPK sangat kentara. Wacana-wacana politik para anggota DPR yang mau menguatkan KPK, sangat tidak bisa dipercaya,’’ kata Putu Wirata.
 
Beberapa dari butir revisi UU KPK menunjukkan upaya untuk mengurangi kewenangannya serta mengendalikan kemandirian KPK agar berada dibawah kendali lembaga lain. Kalau serius memperkuat KPK,
 
mestinya realisasikan pembentukan KPK di provinsi, perkuat dan efektifkan Supervisi KPK di Provinsi untuk membantu dan mengawasi Kepolisian dan Kejaksaan yang penanganan kasus korupsnya cukup banyak tebang pilih dan berlarut-larut, atau bahkan mendapat SP-3 secara janggal.
 
Diantara unsur yang patut dicurigai sebagai pelemahan itu adalah, pembatasan usia kerja KPK hanya selama 12 tahun, prioritas pada pencegahan, penanganan kasus korupsi yang Rp 50 milyar keatas, kewenangan mengeluarkan SP-3, penyadapan harus seijin Ketua Pengadilan,
 
harus lapor ke Kejaksaan dan Kepolisian, penghentian penyidik dan penyelidik harus dari Kejaksaan dan Kepolisian, larangan untuk merekrut penyelidik dan penyidik maupun pegawai sendiri, pembentukan Dewan Pengawasan dan Dewan Eksekutif dari Presiden, serta penghapusan kewenangan monitoring, penuntutan serta pembentukan KPK Daerah. 
 
‘’Kalau benar unsur-unsur itu yang termasuk titik berat pembahasan dalam revisi, tidak ada tanda-tanda untuk memperkuat KPK. Jelas memperlemah, sementara yang secara tidak langsung diperkuat justru para pelaku korupsi,
 
karena mereka akan lebih sulit diungkap. Bagaimana KPK bisa menangkap pelaku, kalau kewenangan penyadapan harus seijin Ketua Pengadilan? Kalau ijinnya turun terlambat, atau malah tidak turun, koruptor bisa merajalela.
 
Bahkan dalam kondisi kewenangan seperti sekarang pun, masih cukup banyak kasus korupsi yang belum bisa diungkap KPK. Misal, indikasi korupsi bail out Bank Century yang terkatung-katung penyidikannya di KPK, apalagi kalau kewenangan dipangkas,’’ imbuh Putu Wirata.
 
Dia menambahkan, kalau Presiden Joko Widodo tidak membantu menjaga eksistensi KPK yang masih diperlemah dari kiri kanan, slogan revolusi mental tidak akan jadi kenyataan, tapi hanya slogan semata. 
 
 
‘’Kita berharap, Presiden menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK, sebelum substansinya benar-benar diperbaiki. Kalau mau memperkuat, yang urgent dilakukan justru memberikandukungan anggaran yang lebih besar kepada KPKpembentukan KPK daerah, memperkuat Supervisi KPK ke daerah untuk membantu Kepolisian dan Kejaksaan, bukannya merevisi UU KPK,’’ katanya.

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami