search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Teknologi Satake Jadi Solusi Tingkatkan Harga Gabah
Jumat, 7 Juli 2017, 13:19 WITA Follow
image

ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyambut baik dan menyampaikan dukungannya atas rencana pembangunan tempat pengolahan padi pasca panen yang akan dikemas secara modern dengan menggunakan teknologi Satake Jepang. 
 
Pastika menyampaikan sesuai fakta di lapangan pada saat panen raya harga gabah para petani mengalami penurunan yang sangat drastis (anjlok) meskipun sesungguhnya patokan harga gabah minimum sudah ditetapkan. Anjloknya harga gabah khususnya pada saat panen berdampak pada menurunnya pendapatan para petani bahkan tak jarang anjloknya harga tersebut memberi kerugian bagi para petani. Untuk itu dengan kehadiran teknologi Satake diharapkan dapat membantu menjaga kestabilan harga gabah dan dengan demikian penghasilan petani dapat meningkat. 
 
[pilihan-redaksi]
“Kita mengekspor gabah, dan di lain sisi kita mengimpor beras. Harga gabah dijual murah dan harga beli beras jadi tinggi. Saya harap hadirnya teknologi ini bisa menjadi sebuah solusi bagi sektor pertanian kita khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan para petani," imbuhnya. 
 
Direktur Perusahaan Satake Shoichi Tanaka menyampaikan mesin teknologi yang digunakan dalam pengolahan gabah ini memilki kapasitas untuk mengeringkan gabah basah sampai dengan 150 ton per harinya. Tidak hanya itu gabah yang sudah kering dapat disimpan selama enam sampai delapan bulan dengan menggunakan teknologi ini. Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi penumpukan gabah yang berimbas pada rendahnya harga beli gabah. 
 
Lebih jauh Tanaka menyampaikan dengan menggunakan teknologi ini beras yang dihasilkan akan utuh dan tidak pecah dan kemungkinan rusak hanya mencapai 10-15 %, jauh berbeda dengan kondisi jika menggunakan sistem tradisional yang hanya menghasilkan 60 % beras dari padi kering dan kondisi beras banyak yang tidak sempurna. 
 
“Teknologi ini akan membantu dalam menjaga kestabilan harga gabah di pasaran. Tidak hanya itu, tidak ada debu yang dihasilkan sehingga teknologi ini benar benar ramah lingkungan," tuturnya. [rls/prov/wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami