Transaksi Jasa Valuta Asing di Bali Capai Rp.3,47 T, BI Ingatkan Rentan Pencucian Uang
Sabtu, 10 November 2018,
14:45 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Direktur Zulfan Nukman, Kepala Grup Surveilans KLU dan Moneter Bank Indonesia (BI) menyebut adanya ketidakpatuhan beberapa penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) terhadap ketentuan yang diterbitkan oleh BI.
Hal ini terkait industri KUPVA BB ini sangat rentan untuk dijadikan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang, narkotika, dan korupsi. Sebagai buktinya, sudah banyak pemilik penyelenggara KUPVA BB di Jakarta dan Batam yang ditahan atau dimintai keterangan oleh penyidik dari Kepolisian atau BNN. Untuk itu, Bank Indonesia sebagai LPP secara intensif terus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada Penyelenggara KUPVA BB agar industri ini tumbuh menjadi industri yang sehat.
Bank Indonesia selalu mengingatkan kepada Penyelenggara KUPVA BB sebagai Penyedia Jasa Keuangan, untuk senantiasa mematuhi penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), melakukan pencatatan identitas nasabah serta menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), dan SIPESAT secara akurat dan tepat waktu kepada PPATK.
Bank Indonesia, baik di Kantor Pusat (KP) maupun di Kantor Perwakilan (KPw), telah melakukan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung terhadap Penyelenggara KUPVA BB. "Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, sebagian besar Penyelenggara KUPVA BB masih memiliki skor penerapan program APU dan PPT dengan predikat rendah (kurang baik)," saat Rapat Kerja Nasional APVA Indonesia tahun 2018 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, JUmat (9/11).
Hal ini antara lain disebabkan masih kurangnya pemahaman Penyelenggara KUPVA BB terhadap ketentuan APU dan PPT, ketidakpedulian komisaris dan direksi terhadap penerapan prosedur Customer Due Diligience (CDD)/Enhance Due Diligence (EDD), Beneficial Owner (BO), dan tingkat kesadaran yang masih rendah dari Penyelenggara KUPVA BB terhadap manajemen risiko penyelenggara KUPVA BB, khususnya risiko yang timbul dari pencucian uang dan pembiayaan terorisme.
Selain lemahnya penerapan program APU dan PPT, kata Zulfan para penyelenggara KUPVA BB juga masih memiliki kelemahan dalam implementasi ketentuan operasional KUPVA BB antara lain belum sepenuhnya melakukan permintaan dokumen underlying transaksi untuk transaksi penjualan valas kepada nasabah dengan nominal ekuivalen $25.000 per orang per bulan, belum sepenuhnya menyediakan sarana dan prasarana di kantor penyelenggara.
Selain itu mereka terindikasi belum melaporkan pemindahan alamat kantor pusat atau cabang, masih menggunakan rekening pribadi untuk kegiatan jual beli valas, masih melakukan kegiatan transfer dana, melakukan transaksi dengan penyelenggara KUPVA BB tidak berizin, melakukan kegiatan forward (penyelenggara menerima valas nasabah hari ini dan membayar Rupiah kepada nasabah dengan rate pada saat jatuh tempo 2 minggu ke depan), dan terlambat atau melakukan kesalahan dalam pelaporan LKPBU dan Laporan Keuangan kepada Bank Indonesia.
Diketahui jumlah Penyelenggara KUPVA BB berizin di seluruh Indonesia sampai dengan akhir Oktober 2018 berjumlah kurang lebih 1.127 Penyelenggara KUPVA BB. Wilayah Provinsi Bali sendiri merupakan salah satu sentra utama kegiatan penukaran valuta asing. Hal tersebut dapat diliihat dari jumlah Penyelenggara KUPVA BB di wilayah Provinsi Bali yang mencapai 121 Penyelenggara dengan jumlah kantor cabang sebanyak 511, sehingga secara total terdapat 632 kantor penyelenggara KUPVA BB berizin yang melakukan kegiatan usaha penukaran uang di wilayah Provinsi Bali.
Berdasarkan data transaksi Triwulan III tahun 2018 tercatat rata-rata volume transaksi jual dan beli bulanan dari seluruh kantor pusat Penyelenggara KUPVA BB yang berada di Provinsi Bali yaitu sebesar Rp3,47 triliun atau 9,93% terhadap rata-rata volume transaksi nasional yang mencapai Rp34,93 triliun per bulan.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/rls