DR Yudho Terpilih Pimpin PANDI, Domain .iD Kembali ke UI
Minggu, 5 Mei 2019,
09:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Beritabali.com, Tangerang. Perkumpulan Nama Domain Indonesia (PANDI) yang mengelola nama domain dot-id (.di), memiliki pemimpin baru. Dalam rapat umum anggota (RUA) DR. Yudho Giri Sucahyo terpilih sebagai ketua dewan pengurus periode 2019-2023, menggantikan Andi Budimansyah yang habis masa baktinya.
[pilihan-redaksi]
Dalam pemilihan di RUA yang berlangsung di Hotel Santika Teraskota BSD, Tangerang, Banten, Sabtu (4/5/2019) Yudho mendapat suara terbanyak mengungguli seniornya, Teddy Affan Purwadi di urutan kedua yang otomatis menjadi Sekretaris dan Azhar Hasyim sebagai bendahara, dibantu Heru Nugroho dan Isnawan. Sedangkan pengawas PANDI terpilih AM Natsir Amal, Helni Mutiarsih Jimhur dan Merza Fachys.
Dalam pemilihan di RUA yang berlangsung di Hotel Santika Teraskota BSD, Tangerang, Banten, Sabtu (4/5/2019) Yudho mendapat suara terbanyak mengungguli seniornya, Teddy Affan Purwadi di urutan kedua yang otomatis menjadi Sekretaris dan Azhar Hasyim sebagai bendahara, dibantu Heru Nugroho dan Isnawan. Sedangkan pengawas PANDI terpilih AM Natsir Amal, Helni Mutiarsih Jimhur dan Merza Fachys.
Terpilihnya Yudho ini memang mengagetkan banyak pihak, karena sebelumnya tidak dijagokan. Sebab diantara seluruh pengurus dan pengawas, Yudho dianggap paling yunior. Meski secara kapasitas dan kompetensi, Yudho yang pernah mengurus pada dua periode sebelumnya, dikenal sebagai penyumbang signifikan kebijakan PANDI yang berlaku sampai saat ini.
Doktor lulusan Curtain University yang kini menjadi pengajar di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) ini memang layak memimpin organisasi sekelas PANDI yang saat ini baru mengelola sekitar 310 ribu domain. PANDI juga membutuhkan pemimpin sekaliber Yudho yang mana saat ini organisasi ini memiliki tantangan global. Pengguna domain .id saat ini, dengan jumlah belum sampai setengah juta masih terlalu kecil karena jumlah pendudukan Indonesia yang 250 juta lebih, dibandingkan dengan Jerman misalnya yang penduduknya sekitar 82,8 juta pengguna domain .de (CCTLD Jerman) sebanyak 16 juta lebih (19%).
Dalam sambutannya setelah terpilih, kepada wartawan, Yudho mengatakan ada banyak hal yang telah dihasilkan dari Pengurus PANDI sebelumnya di bawah kepemimpinan Andi Budimansyah baik dari sisi peningkatan jumlah nama domain, pengembangan infrastruktur dan aplikasi, pengembangan kebijakan nama domain, pengembangan SDM, sertifikasi ISO, kerjasama dengan berbagai mitra, dan keterlibatan di berbagai kegiatan komunitas.
“Ke depan, peningkatan jumlah nama domain tentu tetap menjadi prioritas dengan terus meningkatkan profesionalisme PANDI, menjalin komunikasi yang intensif dengan komunitas, sehingga .id akan menjadi pilihan utama masyarakat di era ekonomi digital dan Revolusi industri 4.0.,” kata Yudho.
Tak lupa dia mengucapkan terima kasih banyak atas kerja keras seluruh Dewan Eksekutif dan Dewan Direktur PANDI. “Kami akan melanjutkan kerja keras mereka. Mohon kerjasama dari seluruh pihak agar kami dapat menjalankan amanah dengan baik dalam empat tahun ke depan. Saran, masukan dan pendapat untuk membuat PANDI menjadi lebih baik tentu sangat kami harapkan.
PANDI sebagai lembaga pengelola domain .id pendiriannya dimotori oleh 15 orang pendiri yakni DR Basuki Yusuf Iskandar, DR Cahyana Ahmadjayadi, A Sapto Anggoro, Sylvia Sumarlin PhD, Teddy AP, Wahyoe Prawoto, Isnawan, John Sihar Simanjuntak, Loly Amalia Abdullah, Andy Budimansyah, Heru Nugorho, Brata Taruna H, AM Natsir Amal, Teddy Sukardi, dan Bobby Nazief.
Dengan tampilnya Yudho yang biasa dipanggil Prof oleh kolega-nya, seolah mengembalikan pengelolaan nama domain .id ke Universitas Indonesia. Sebab, seperti diketahui, domain .id (CCTLD/country code top level domain .id) dan internet protocol (IP address) dimotori oleh ilmuwan UI, Prof Dr Jos Luhukay.
Dalam sejarahnya, seperti dirujuk dari ilmuwan Merlyna Lim dalam thesisnya yang berjudul @rchipelago online: The Internet and Political Activism in Indonesia mencatat koneksi internet pertama di Indonesia diupayakan oleh Joseph Luhukay dari Departemen Ilmu Komputer Universitas Indonesia pada 1983.
Jos yang baru memperoleh gelar Ph.D dari University of Illinois at Urbana–Champaign pada 1982 pulang ke Indonesia dengan membawa sejumlah oleh-oleh; seperangkat komputer unix Dual Systems 83/20 berbasis Motorola 68000 dan server terminal ethernet NTS berbasis Intel 80186. Kala itu, Jos menggunakan UUCP (Unix-to-Unix Copy) untuk membangun jaringan internal kampus yang diberi nama UINET. Setahun kemudian, UINET pun resmi tersambung UUNet—salah satu ISP pertama dan terbesar di dunia. Indonesia pun menjadi negara pertama di Asia yang terkoneksi dengan internet (Lim, 2005).
Adopsi jaringan internet di masa-masa awal juga tidak terlepas dari proyek UNINET yang didanai oleh World Bank. Misi proyek ini adalah untuk menghubungkan universitas-universitas besar Tanah Air, seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor, serta Universitas Hassanudin di Makassar.
[pilihan-redaksi2]
Dalam hal ini UNINET akan menyediakan bandwidth, sedangkan pihak kampus berupaya menggelar infrastruktur. Sayangnya, kampus-kampus tersebut tidak dapat membangun infrastruktur yang diperlukan. Mereka juga tidak dapat mempertahankan koneksi akibat tingginya biaya dial up connections jarak jauh. Pada akhirnya, UNINET menjadi proyek mangkrak hingga menyisakan UI dengan beberapa simpul sambungan ke dalam dan luar negeri.
Dalam hal ini UNINET akan menyediakan bandwidth, sedangkan pihak kampus berupaya menggelar infrastruktur. Sayangnya, kampus-kampus tersebut tidak dapat membangun infrastruktur yang diperlukan. Mereka juga tidak dapat mempertahankan koneksi akibat tingginya biaya dial up connections jarak jauh. Pada akhirnya, UNINET menjadi proyek mangkrak hingga menyisakan UI dengan beberapa simpul sambungan ke dalam dan luar negeri.
Kendati tidak berhasil menyambungkan kampus-kampus di Indonesia melalui proyek UNINET, upaya mengadopsi teknologi internet tetap dilakukan. Didik Partono Rudianto yang kini menjabat sebagai Direktur Inixindo memberikan gambaran bagaimana kondisi internet kala itu. “Masyarakat awam di Indonesia saat itu sama sekali tidak mengerti,” ungkapnya.
Menurut Didik, saat itu hanya orang Indonesia yang pernah bekerja atau bersekolah di luar negeri yang mengenal internet. Tidak heran jika pada akhirnya adopsi internet dimulai dari lingkungan akademisi di kampus-kampus. Saat ini PANDI mengelola domian berakhiran .id antara lain mengelola <anything>.id, or.id, co.id, ponpes.id, desa.id, we.id, sch.id, ac.id, my.id, biz.id, des.id, net.id, mil.id, dan go.id. Pengguna terbesar adalah .id dan co.id. (bbn/rls/rob)
Reporter: bbn/rls