search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Perempuan Bali Telanjang Dada Jadi Iklan Daya Tarik Wisata
Minggu, 27 Juni 2021, 11:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist /phinemo.com/Perempuan Bali Telanjang Dada Jadi Iklan Daya Tarik Wisata

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pada awal tahun 1960-an, masih banyak perempuan di pedesaan di Bali yang berjalan-jalan dengan telanjang dada, di jalanan, di gang-gang antardesa, di pasar, di sawah sambil mereka bekerja. 

Pada masa penjajahan, demi alasan moralitas, para tuan tanah memerintahkan para perempuan untuk menutupi dada mereka agar tentara Belanda yang bersliweran di mana-mana tidak tergoda. Namun pada saat yang sama, reklame turis mengiklankan pakaian (atau mungkin lebih tepatnya telanjang dada) perempuan Bali sebagai daya tarik pariwisata.

Sampai sekitar akhir Perang Dunia I, perempuan Belanda di jajahan mereka berpakaian dengan gaya Eropa walaupun suhu tropis tidak sesuai. Baju dikancing sampai leher, pakai korset dan rok panjang. Di Jawa dan daerah lain di Indonesia, para penjajah berhasil menerapkan aturan berpakaian bagi perempuan Indonesia. Mereka umumnya mengenakan kain dan kebaya.

Pada akhir abad ke-19, penjajah berupaya menerapkan aturan di Bali agar perempuan Bali menutupi dada mereka. Pada zaman Victoria, kulit yang telanjang dianggap tidak pantas dan menggoda. Namun menurut tradisi Bali, terutama di bagian utara pulau, hanya perempuan dan gadis gampangan yang berpakaian lengkap. Dada yang tertutup justru menandakan prostitusi. Dengan demikian, Belanda tidak berhasil menerapkan peraturan mereka di Bali.

Seperti ditulis dalam buku "A Magic Gecko", karya Horst Henry Geerken, Presiden Sukarno kemudian mengeluarkan keputusan pada akhir tahun 1950-an, bahwa dada perempuan harus ditutup di Pulau Bali. Dalam pandangannya, turis asing tidak melakukan apapun selain menatap dada perempuan Bali yang cantik. Ini merupakan pengabaian terhadap kecantikan alam dan kebudayaan Pulau Bali.

Sepanjang tahun 1960-an, terdapat banyak poster di tepi jalan di Bali. Gambarnya adalah perempuan Bali dalam busana sederhana dengan pesan bahwa karena adanya turis asing, dada harus ditutup demi alasan moral. Pada mulanya sedikit sekali perempuan yang memperhatikan.

Sebuah fenomena aneh kemudian terjadi. Setelah mereka menutupi tubuh bagian atas, penyakit TBC menjamur. Perempuan yang telah menutupi dadanya dengan selembar kain, kemudian menanggalkannya. Mereka kemudian menggunakannya untuk menutupi kepala dan mata ketika berpapasan dengan seorang asing.

Namun para perempuan tua tetap saja berjalan kemana-mana, di desa dan di sawah, ketika bersama keluarga, di rumah berdinding tinggi, dengan bertelanjang dada.

Pada pertengahan tahun 1920-an, seorang penulis perjalanan, Louis Cuperus, menulis;

"Di sini, di Bali, para seniman berkesempatan mengamati bentuk-bentuk indah, yang belum terdistorsi oleh gaya hidup apapun yang tidak alami. Mereka nyaris tak tertutup karena Perempuan Bali membiarkan tubuh bagian atasnya tak tertutup. Sekelompok perempuan di Bali yang bagian bawahnya tertutup dengan sarung batik bercorak artistik dan warna-warninya hidup tampak seperti sekelompok patung perunggu yang sedang bergerak dan pasti akan menyenangkan pencinta estetika manapun".
 

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami