search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Relawan Pasebaya Kenang Saat Masa Erupsi Gunung Agung
Senin, 13 September 2021, 17:50 WITA Follow
image

beritabali/ist/Relawan Pasebaya Kenang Saat Masa Erupsi Gunung Agung.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Status Gunung Agung yang ada di Kabupaten Karangasem, Bali resmi diturunkan dari level II Waspada ke Level I Normal pada Senin, (13/09/2021). 

Penurunan status Gunung Tertinggi di Bali yang sebelumnya sempat mencapai level IV Awas tersebut disambut suka cita oleh warga beserta para Relawan Pasebaya Agung yang kala itu terbentuk pada saat masa - masa krisis erupsi Gunung Agung. 

Sepak terjang relawan tangguh tersebut tak usah diragukan lagi, saat status Gunung Agung berada pada level tertinggi yang memaksa warga untuk ngungsi menjauh dari kawasan rawan bencana (KRB), para relawan ini turun membantu komunikasi, evakuasi hingga memberikan edukasi kepada warga yang saat itu masih enggan untuk meninggalkan rumahnya menuju ke lokasi pengungsian.

Seperti pengalaman I Wayan Nuarta salah seorang Relawan Pasebaya asal Batusesa, Rendang, Karangasem. Selama terlibat langsung dari awal menjadi relawan Pasebaya, berbagai pengalaman tak terlupakan ia dapatkan. Mulai dari dikatakan menyebarkan foto hoaks, hingga berhasil melacak pelaku jamer yang mengganggu frekuensi radio komunikasi para relawan. 

Tak sampai disana, kenangan yang paling membekas dibenaknya yaitu pada saat pertama kali status Gunung Agung naik ke level IV awas, di tengah situasi genting Nuarta turun menggedor rumah warga dari pintu ke pintu untuk memberikan informasi bahwa saat itu warga diharuskan untuk bergeser ketempat yang lebih aman karena ada indikasi akan terjadi erupsi. 

Namun, bukannya segera bergerak, sejumlah warga malah tidak percaya, alasannya mereka berkaca dengan kejadian Erupsi Gunung Agung pada tahun 1963 dimana saat itu dari Gunung sudah menyemburkan api dan mereka masih bisa beraktivitas seperti membajak di sawahnya.

"Pengalaman tidak terlupakan, sampai sekarang jika ketemu dengan warga tersebut masih sering disapa dengan kata "Kosongkan", selain itu pernah juga saya ambil foto sendiri tetapi dibilang hoaks padahal itu benar adanya, dan yang paling berkesan yaitu ketika melacak jamer pengganggu frekuensi radio yang saat itu sangat dibutuhkan untuk digunakan berkomunikasi antar relawan di seputar lereng Gunung Agung," ungkap Nuarta. 

Sementara itu, Ketua Relawan Pasebaya Agung, I Gede Pawana mengatakan, meski saat ini status Gunung Agung telah dinyatakan normal kembali, namun Relawan Pasebaya Agung yang tersebar tetap solid dalam memberikan informasi kejadian dan peristiwa diwilayahnya masing - masing. 

"Relawan Pasebaya tetap solid, kita tetap berkomunikasi menyampaikan kondisi dan situasi di wilayah masing - masing baik melalui frekwensi radio maupun grup - grup komunikasi yang telah terbentuk karena di sana juga tergabung instansi - instansi terkait sehingga bisa cepat mendapat tanggapan atau penanganan," kata Pawana saat dihubungi.

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami