search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Beritakan Pungli di Satlantas, Tiga Wartawan Dipanggil Paksa
Jumat, 25 November 2022, 21:54 WITA Follow
image

beritabali/ist/Beritakan Pungli di Satlantas, Tiga Wartawan Dipanggil Paksa.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NTB.

Oknum anggota polisi di Paminal Bidpropam Polda NTB melakukan intimidasi dan pemanggilan secara paksa wartawan untuk menjadi saksi atas pemberitaan terkait dugaan pungutan liar (Pungli) di Satlantas Polresta Mataram.

Selain dipanggil untuk dimintai keterangan, jurnalis dari tiga media didesak menghapus berita yang sudah diterbitkan. Yakni terkait dugaan pungli jutaan rupiah pada korban kecelakaan lalu lintas. 

Intimidasi dan pemanggilan secara paksa terhadap wartawan ini pun mendapat reaksi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram.

AJI Mataram menilai, dua tindakan itu sangat bertentangan dengan tugas pokok jurnalis yang dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Sebelumnya, pemanggilan paksa sebagai saksi diterima jurnalis ntbsatu.com, Mugni Ilma. Dua orang yang mengaku sebagai anggota Paminal pada Bidpropam Polda NTB meminta agar dia hadir dan bersedia keterangannya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Selain dihubungi melalui ponsel, Mugni juga didatangi kediamannya oleh orang yang mengaku dari Paminal Polda NTB. Karena merasa terintimidasi, Mugni melalui perusahaannya mengadukan tindakan itu ke organisasi profesi, AJI Mataram.

Selain intimidasi untuk jadi saksi, tekanan lain yang dirasakan Mugni Ilma adalah permintaan take down atau penghapusan berita berjudul ‘Korban Kecelakaan Diduga Dipungut Jutaan Rupiah, ini Respons Kapolresta Mataram.’

Tekanan yang sama dirasakan kontributor viva.co.id Satria Zulfikar yang menulis berita sama dengan judul “Dugaan Pungli di Satlantas Polresta Mataram, Surat Kecelakaan Harus Bayar” dan dialami wartawan tribunlombok.com Jimmy Sucipto yang menulis berita dengan judul “Kapolresta Mataram Klarifikasi Soal Dugaan Pungli Pengurusan Surat Keterangan Kecelakaan”. Tiga berita itu terbit tanggal 22 dan 23 November 2022.

Berita yang ditulis tiga jurnalis itu berdasarkan fakta atas keluhan keluarga korban kecelakaan lalulintas yang diduga dimintai uang Rp1 juta hingga Rp2,5 juta oleh oknum anggota Unit Laka Sat Lantas Polresta Mataram untuk mendapatkan surat keterangan kecelakaan.

Berita tersebut dipastikan sudah memenuhi kaidah jurnalistik dan memenuhi asas keberimbangan karena telah terkonfirmasi langsung kepada Kapolresta Mataram, Kombes Pol Mustafa.

Namun sejak berita itu diturunkan, berturut turut selama dua hari terakhir mereka ditekan agar berita itu dihapus, baik oleh oknum di Polresta Mataram maupun pihak pihak lain di luar kepolisian.

Ketua AJI  Mataram, Muhammad Kasim menyesalkan dan mengecam tindakan oknum anggota kepolisian  yang melakukan intimidasi dan memanggil secara paksa tiga jurnalis sebagai saksi atas dugaan pungli di Unit Laka Lantas Polresta Mataram.

“Semestinya, berita yang ditulis oleh wartawan NTBSatu.com, Viva.co.id dan TribunLombok.com dijadikan acuan oleh Bidang Propam Polda NTB, untuk melakukan investigasi dan penindakan terhadap oknum anggota Unit Laka Lantas Polresta Mataram yang diduga melakukan pungli,” katanya, Jumat (25/11).

“Jadi bukan wartawan yang dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan pungli tersebut,” ujar Kasim.

Ia menegaskan, siapapun tidak boleh menghalang-halangi tugas jurnalis, karena pers nasional memiliki hak mencari, menulis, dan menyebarluaskan informasi ke publik. Perbuatan meminta menghapus berita adalah termasuk menghalang-halangi kerja jurnalistik yang dilindungi Undang Undang.

Setiap perbuatan semacam itu, dapat dipidana sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU Pers. Isinya, menyatakan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.

“Kerja jurnalis itu dilindungi undang-undang dan orang yang menghalangi bahkan mengintimidasi ancamannya pidana,” kata Cem sapaan akrabnya.

Sekertaris AJI Mataram, Wahyu Widiantoro menambahkan, seharusnya jika ada pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut, dapat menempuh mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di mana, dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) mewajibkan pers melayani hak jawab dan hak koreksi. Selain itu, mekanisme hak jawab juga diatur dalam pasal 11 kode etik jurnalistik.

Bukan berarti masyarakat yang merasa keberatan atas pemberitaan kemudian meminta menurunkan berita yang ditayangkan,” katanya.

“Mekanisme hak jawab dan hak koreksi sudah diatur dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Mekanisme ini harus dipahami oleh semua masyarakat maupun aparat penegak hukum. Jadi tidak seenaknya orang meminta men-take down berita yang sudah dimuat oleh media,” sesalnya.

Ia juga mengingatkan, jurnalis berhak memberikan hak tolak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Pers untuk melindungi narasumber. Tindakan itu bukan berarti jurnalis tidak kooperatif terhadap pemanggilan oleh aparat penegak hukum.

Ketua Divisi Advokasi AJI Mataram, Idham Khalid, menambahkan, sepatutnya aparat kepolisian di NTB juga menghargai Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang telah ditandatangani Dewan Pers dengan Polri. Isinya, tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.

PKS pertama ini sebagai turunan dari Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) Dewan Pers – Polri untuk meminimalisir kriminalisasi karya jurnalistik, sebagaimana tertuang dalam surat Nomor : 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor: NK/4/III/2022.

Karena itu, AJI Mataram mendesak Kapolda NTB, Irjen Pol Djoko Poerwanto mengusut tuntas dugaan praktik pungli dijajaran Korps Bhayangkara khususnya di Unit Laka Lantas Polresta Mataram. Selain itu, Polisi di NTB menghargai kerja-kerja jurnalis dalam memperoleh dan menyebarkan informasi ke publik.

“Ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di NTB. Apalagi pelaku intimidasi dilakukan oleh aparat penegak hukum,” kata Idham.

Kabid Propam Polda NTB, Kombes Pol Awan Hariono, menegaskan menghargai mekanisme dalam UU Pers bahwa wartawan memiliki hak tolak memberikan keterangan apalagi yang berkaitan dengan identitas narasumber yang wajib dirahasiakan. Pihaknya tidak akan melanjutkan pemanggilan terhadap wartawan atas kasus tersebut. 

Editor: Robby

Reporter: bbn/lom



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami