search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
BMKG Jelaskan Alasan Sejauh Ini Kemarau Masih Basah
Senin, 10 Juli 2023, 00:45 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/BMKG Jelaskan Alasan Sejauh Ini Kemarau Masih Basah

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Gelombang atmosfer di khatulistiwa dan kondisi lokal menjadi pemicu dominasi hujan di akhir pekan di musim kemarau ini.

"Kondisi cuaca pada periode ini akan didominasi dengan kondisi berawan hingga berpotensi hujan ringan di sebagian besar wilayah Indonesia," demikian dikutip dari Prospek Cuaca Seminggu ke Depan 7–13 Juli dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Per Juni, sebenarnya lebih dari separuh wilayah RI sudah terkonfirmasi masuk musim kemarau, seperti sebagian Aceh, Sumatra Utara bagian timur dan barat, Lampung bagian selatan, Banten, DKI Jakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, mayoritas Bali.

Selain itu, El Nino, fenomena pemanasan suhu muka air laut di Samudera Pasifik yang memicu penurunan curah hujan global, mulai aktif pada bulan lalu.

Meski begitu, terutama beberapa hari terakhir, hujan masih melanda banyak wilayah RI seperti Jabodetabek.

Dalam Ikhtisar Cuaca Harian-nya, BMKG menyebut beberapa faktor jadi pemicu dominasi hujan periode ini, terutama Sabtu (8/7). 

Pertama, faktor global tak signifikan. Itu ditandai dengan Indeks Osilasi Selatan (SOI) nilainya +3.6, Indeks NINO 3.4 baru +0.94, dan Dipole Mode Index (DMI), yang merepresentasikan pemanasan suhu laut Samudera Hindia (IOD), bernilai -0.21.

Kedua, faktor regional. Gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) memang kurang berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.

"Namun, gangguan fenomena MJO secara spasial terpantau aktif di wilayah Samudera Hindia barat Aceh hingga Lampung, seluruh wilayah Indonesia kecuali Kalimantan Utara bagian utara, Papua Barat bagian utara, dan Papua," kata BMKG.

Hal itu berpeluang menumbuhkan awan hujan di wilayah-wilayah yang 'terganggu' itu.

Ada pula gelombang ekuator yang aktif terjadi di wilayah Indonesia yang memicu pertumbuhan awan hujan di daerah-daerah yang dilaluinya, yakni:

a. Gelombang Rossby Ekuator yang merambar ke arah barat melanda Samudera Hindia selatan Banten dan Jawa Barat, Papua, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan bagian timur.

b. Gelombang Kelvin yang mengalir ke arah timur terpantau melewati Aceh bagian selatan, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Kep. Bangka Belitung, Selat Malaka, Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Natuna Utara, Kalimantan Barat bagian barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

c. Gelombang dengan Low Frequency yang cenderung persisten mencakup wilayah Laut Sulu dan Filipina bagian selatan.

BMKG juga menyebut faktor wilayah pertemuan beberapa gelombang bisa memicu hujan.

"Kombinasi antara MJO, gelombang tipe Low Frequency, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby Ekuator pada wilayah dan periode yang sama," kata BMKG, "dapat meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut."

Wilayah-wilayah itu antara lain Aceh bagian selatan, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Kep. Bangka Belitung, Selat Malaka, Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Natuna Utara, Kalimantan Barat bagian barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Pemicu hujan lainnya dari regional adalah suhu muka air laut. Anomali suhunya terpantau mencapai +0.5º Celsius hingga +3º C.

BMKG menyebut ini bisa meningkatkan potensi penguapan (penambahan massa uap air) di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Jawa, Selat Madura, Laut Bali, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Teluk Bone, Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Banda, Laut Flores, Laut Arafuru bag timur, Laut Seram, Samudera Hindia Selatan NTB -NTT, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Halmahera, Teluk Cendrawasih, dan Samudera Pasifik utara Papua.

Tak ketinggalan, ada sirkulasi siklonik yang terpantau di Papua Barat, dan di Samudra Pasifik utara Papua Barat.

Ini membentuk daerah pertemuan/perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang dari Laut Sulawesi hingga Samudera Pasifik Utara Papua Barat, dan dari Pesisir Selatan Papua hingga Papua Barat.

"Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi tersebut."

Ada pula intrusi udara kering (dry intrusion) dari Belahan Bumi Selatan (BBS) melintasi wilayah Samudra Hindia selatan Jawa hingga Australia bagian utara.

Fenomena ini, kata BMKG, "mampu mengangkat massa udara di depan intrusi menjadi lebih hangat dan lembab yaitu di wilayah Jawa, Bali, NTB, dan Papua bagian Selatan."

Ketiga, faktor lokal berupa labilitas yang kuat.

"Labilitas Lokal Kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di wilayah Aceh, Riau, Kep. Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB."

"Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Papua," lanjut BMKG.

Dengan faktor-faktor di atas itu pula, BMKG memperingatkan potensi hujan lebat pada Minggu (9/7) ini di beberapa wilayah.

Yakni, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kep. Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur;

Selain itu, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.(sumber: cnnindonesia.com)
 

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami