Kenali Lupus Lebih Dekat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang dapat menyerang banyak organ. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada sistem kekebalan tubuh yang salah mengenali sel-sel tubuh sendiri sebagai musuh dan menyerangnya melalui proses peradangan yang merusak.
Peradangan ini dapat terjadi di kulit, sendi, ginjal, otak, darah, jantung, dan paru-paru. World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penyakit lupus di seluruh dunia mencapai lima juta orang dan sebagian besar adalah perempuan usia produktif dan setiap tahunnya ditemukan lebih dari 100 ribu penderita baru.
Baca juga:
Sakit 2 Tahun, Penderita Lupus Perlu Bantuan
SLE memiliki manifestasi klinis bervariasi luas, begitu juga dengan tingkat keparahan penyakitnya. Beberapa orang memiliki gejala yang relatif ringan, sedangkan yang lain dapat memiliki gejala yang begitu berat hingga dapat menyebabkan kematian.
Manifestasi kulit pada SLE merupakan manifestasi yang relatif sering dijumpai. Manifestasi kulit pada SLE dibagi menjadi lesi spesifik dan lesi nonspesifik. Lesi spesifik lupus dikategorikan lebih dalam lagi menjadi lesi acute cutaneous lupus erythematosus (ACLE), subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE), dan chronic cutaneous lupus erythematosus (CCLE).
ACLE adalah bentuk paling umum dari lesi kulit lupus yang terkait dengan SLE. Malar Rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu terdapat ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial (kerutan yang dalam atau garis yang terbentuk dari bagian bawah hidung ke sudut mulut) dan ditandai dengan adanya ruam pada hidung membentuk jembatan yang menyambungkan kedua ruam di pipi.
Pada umumnya ACLE merupakan ruam yang menyebar luas dan terjadi pada area yang fotosensitif, jadi ruam biasanya dijumpai pada bagian tubuh yang terpapar sinar matahari. Misalnya muncul di dahi, kelopak mata, dagu, leher, permukaan telapak dan punggung tangan.
Sekitar 40%-70% penderita lupus mengalami gejala kambuh setelah terpapar sinar ultraviolet (UV). Untuk mencegah kekambuhan dapat menggunakan tabir surya, hindari paparan sinar matahari, menggunakan pakain lengan panjang dan topi bertepi lebar.
Selain menghindari paparan sinar matahari hal yang dapat dilakukan yaitu olahraga atau aktivitas fisik secara teratur, istirahat yang cukup, konsumsi makanan sehat dan higenis, serta mengendalikan stres. Lupus tidak bisa disembuhkan, tetapi penyakit ini bisa dikontrol.
Deteksi dan terapi sedini mungkin memberikan hasil yang lebih baik. Dengan pengobatan saat ini, sekitar 80-90% penyintas lupus dapat kembali menjalankan aktivitas hariannya dan memiliki harapan hidup hingga lebih dari 10 tahun.
Referensi
- Kuhn A, Ruzicka T. Classification of cutaneous lupus erythematosus. Springer. 2004; 53-8.
- Lee LA, Werth VP. Bolognia JL Dermatology. 3rd edn. Elsevier Ltd; London. 2012; 601
- Chong BF, Song J, Olsen NJ. Determining risk factors for developing systemic lupus erythematosus in patients with DLE. Brit J Dermat. 2012; 166(1):29–35.
- Petersen MP, Möller S, Bygum A, Voss A, Bliddal M. Epidemiology of cutaneous lupus erythematosus and the associated risk of systemic lupus erythematosus: a nationwide cohort study in Denmark. Lupus. 2018;27 (1): 424–30.
- Centre for Lupus Erythematosus Research, Chinese Society of Dermatology, Guideline for diagnosis and treatment of cutaneous lupus erythematosus, Chin. J. Dermatol. 2019:149–155.
Penulis,
Oleh: dr. Desak Putu Kunti Wedayanti, S.Ked
Editor: Robby
Reporter: bbn/opn