Fenomena Uang Palsu di Masyarakat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Peredaran uang palsu di Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan.
Fenomena ini semakin menjadi perhatian setelah semakin banyak laporan yang mencatat temuan uang palsu yang beredar di beberapa pasar tradisional, tempat-tempat wisata, dan bahkan kasus pencetakan uang palsu yang menghebohkan di sebuah perguruan tinggi ternama di Makasar.
Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) dan Kepolisian, terus berupaya mengurangi peredaran uang palsu yang merugikan perekonomian dan merusak stabilitas keuangan negara. Data terbaru menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, lebih dari 6.000 lembar uang palsu ditemukan dan disita di berbagai wilayah Indonesia.
Dalam banyak kasus, uang palsu ini beredar di kalangan masyarakat bawah yang kurang memahami perbedaan antara uang asli dan palsu.
Dampak dari peredaran uang palsu sangat besar, baik secara ekonomi maupun sosial. Secara ekonomi, uang palsu dapat menurunkan daya beli masyarakat karena uang yang beredar tidak memiliki nilai yang sah. Ketika masyarakat menerima uang palsu, mereka tidak hanya kehilangan nilai transaksi, tetapi juga kepercayaan terhadap sistem moneter negara.
Akibatnya, masyarakat mungkin akan lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, dan ini dapat menghambat aktivitas ekonomi, terutama di sektor informal. Kepercayaan terhadap mata uang juga menjadi terganggu, yang berpotensi memperburuk ketidakpastian ekonomi.
Selain itu, peredaran uang palsu memperburuk ketidakseimbangan ekonomi, karena pihak yang dirugikan tidak selalu dapat melaporkan atau menemukan pelaku pemalsuan uang.
Selain itu, peredaran uang palsu dapat menyebabkan distorsi dalam aliran uang yang sah, yang pada gilirannya mempersulit pengelolaan ekonomi negara. Peningkatan jumlah uang palsu yang beredar juga menyebabkan pihak yang berwenang kesulitan dalam mengawasi dan mengatur sistem peredaran uang, karena uang palsu dapat lolos dari pemeriksaan yang lebih ketat.
Melihat permasalahan tersebut, salah satu solusinya terletak pada penggunaan teknologi yang lebih modern dalam sistem pembayaran. Penggunaan uang digital dan sistem pembayaran berbasis QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dapat menjadi solusi yang sangat efektif untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai.
Uang digital, yang semakin populer di kalangan masyarakat, menawarkan kemudahan dan keamanan yang lebih tinggi. Transaksi digital memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran tanpa menggunakan uang fisik, sehingga mengurangi peluang peredaran uang palsu.
Setiap transaksi digital tercatat secara otomatis, yang memudahkan pemantauan dan verifikasi transaksi. QRIS juga menjadi solusi praktis yang dapat diterapkan secara luas. Sistem QRIS memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran melalui ponsel pintar dengan kode QR yang aman, yang meminimalisir risiko terjadinya transaksi dengan uang palsu.
Dengan QRIS, setiap transaksi menjadi lebih transparan dan tercatat, yang mengurangi celah bagi uang palsu untuk masuk ke sistem peredaran uang. Selain itu, QRIS mendukung integrasi pembayaran antar-platform yang memudahkan pedagang kecil dan konsumen dalam melakukan transaksi tanpa harus khawatir tentang keaslian uang yang digunakan.
Pemerintah melalui BI dan instansi terkait, perlu mendorong implementasi sistem digital ini secara lebih luas, tidak hanya di kota besar tetapi juga di daerah-daerah terpencil. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai cara membedakan uang palsu dan pentingnya bertransaksi secara digital harus menjadi prioritas. Peningkatan literasi digital dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai, sekaligus meminimalkan risiko peredaran uang palsu yang merugikan.
Dengan berbagai langkah yang lebih proaktif dalam mendorong penggunaan uang digital dan QRIS, serta memperkuat sistem pengawasan terhadap peredaran uang, peredaran uang palsu dapat ditekan secara signifikan. Hal ini akan menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih sehat dan aman, serta menjaga stabilitas mata uang negara.
Penulis
Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM.
Dekan Fak. Ekonomi dan Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/opn