Seniman Tari Kini Hidup Terlantar
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, JEMBRANA.
Ni Made Nartini (65) kelahiran Banjar Delod Bale Agung, Desa Tegalcangkring ini sudah menguasai banyak jenis tari Bali sejak berumur tujuh tahun. Kemampuannya terus diasah lewat asuhan orang tuanya. Sehingga saat menginjak remaja, keahlian Nartini mendapat polesan dari Wayan Bandem, pelatih tari ternama di Bali. Pada tahun 1966 dirinya dipercaya sebagai duta Jembrana untuk mengikuti lomba seni tari dan gambelan tingkat Provinsi Bali yang setara dengan PKB. Penari yang terlahir dari keluarga kurang mampu ini didaulat membawakan tiga macam tari Bali, diantaranya Penyembrama, Tari Pendet dan Tari Panji Semerang.
Dalam lomba yang diadakan di Tainsiat, Denpasar tersebut, Nartini harus berjuang menjadi terbaik diantara puluhan peserta dari semua kabupaten di Bali. Hasilnya walau tidak menjadi yang terbaik, tapi sebagai juara harapan satu se-Bali cukum menjadi kebanggaan Jembrana. Setelah lomba itu, Nartini yang mempunyai satu anak perempuan dari perkawinannya dengan Dewa Kade Pariasa (alm) asal Banjar Pasar, Desa Yehembang, Mendoyo, semakin giat berlatih dibawah binmbingan Wayan Bandem. Hasilnya di tahun 1967, Nartini kembali menjadi duta Jembrana mengikuti lomba tari Bali tingkat provinsi yang penyelenggaraannya di pusatkan di Tainsiat, Denpasar lagi. Hasilnya Nartini kembali berhasil meraih juara harapan satu.
Kemudian pada tahun 1968 dalam lomba yang sama di Tabanan, Nartini bersama peserta lainnya dari masing-masing kabupaten di Bali harus menari di jalan raya tepatnya di depan Kantor Bupati Tabanan sekarang. Nartini sebagai wakil Jembrana berhasil meraih juara tiga tingkat provinsi. Tahun ini prestasi wakil Jembrana ini mulai lebih baik karena Wayan Bandem melatihnya dengan tekun. Kemudian puncak keberhasilannya sebagai duta Jembrana tatkala lomba seni tari dan gambelan tingkat provinsi tahun 1969 di wilayah Tegal, Denpasar. Nartini terpilih sebagai juara satu sebagai wakil Jembrana. Dengan keberhasilannya Bupati Jembrana Ketut Sirya kala itu sangat berbangga. Namun keberhasilannya di ajang lomba bergengsi itu, Nartini hanya mendapatkan piagam penghargaan.
Setelah prestasinya di tahun 1969, Nartini menikah dan memilih tinggal dengan suaminya di Desa Yehembang. Padahal sebenarnya jika tidak keburu menikah Nartini rencananya akan dikirim keluar negeri sebagai duta seni tari Bali. Meskipun telah menikah, Nartini terus menekuni bidangnya, namun dia tidak lagi mengikuti lomba melainkan sebagai pelatih tari untuk remaja-remaja di Jembrana terutama di beberapa desa di Mendoyo, diantaranya di Desa Yehsumbul, Yehembang, Desa Mendoyo, Tegalcangkring dan desa lainnya. Yang menarik dari kegiatan Nartini sebagai pelatih tari, sepeserpun tidak memungut bayaran. Setiap melatih Nartini hanya menerima segelas kopi dan kue sumping.
Namun sayang segudang prestasi membagakan yang diraihnya untuk Jembrana serta banyak penari-penari lahir dari hasil didikannya tidak cukup membuat hidupnya serba berkecukupan karena tak sedikitpun perhatian pemerintah daerah yang pernah dinikmatinya.Malah kini sepeninggal suaminya sekitar 10 tahun yang lalu, Nartini bekerja sebagai penjual canang dan juru masak di tetangga yang mengadakan ajatan sekedar untuk mempertahankan hidup. Malah kini Nartini tinggal menumpang di rumah saudara iparnya karena dia tidak mempunyai rumah.
Kini diusia senjanya keinginan Nartini hanya satu ingin mendapat perhatian dari pemerintah dan terus akan melatih menari kepada remaja-remaja Jembrana selagi masih mampu menggerakan badannya walaupun dia tidak menerima bayaran dari itu,” Sekarang setiap hari minggu saya terus melatih menari. Kadang-kadang di banjar lain, kalau jauh biasanya saya dijemput atau naik ojek tapi ongkos ojeknya diganti kok,” ungkapnya.
Reporter: bbn/jbr