search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Transmigrasikan Warga Bali Dinilai Langkah Mundur
Rabu, 4 Juli 2012, 16:58 WITA Follow
image

Beritabali.com/Dok

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Anggota DPR-RI, Nyoman Damantra menyatakan bahwa mentransmigrasikan warga Bali justru dinilainya sebagai langkah mundur. Damantra yang juga inisiator Otonomi Khusus bagi Bali ini mengaku warga Bali yang transmigrasi tersebut adalah orang yang terpinggirkan di kampung halamannya secara ekonomi.

"Warga Bali yang transmigrasi itu kehilangan harapan hidup ditengah gelimangnya pariwisata. Itu yang membuat saya sedih. Bagaimana bisa disebut paradise island kalau masih ada orang terpinggirkan," tegas Damantra, dalam acara rembug bersama tokoh masyarakat Pulau Dewata dengan tajuk Revisi UU Pembentukan Provinsi Bali, di Bajra Sandhi Denpasar, Rabu (4/7/2012).

Menurut Dhamantra saat ini otonomi yang dituntut Bali adalah perlindungan terhadap adat dan budaya Bali yang selama ini memberatkan masyarakat. Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini mendesak dilakukannya revisi terhadap UU No 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT.

"Diperlukan pengaturan yang baru agar masyarakat Bali tidak semakin terpinggirkan," imbuhnya. Bagi Dhamantra, UU yang mengatur tentang Provinsi Bali yang sudah ada tidak hanya mengatur Bali saja, tetapi juga mengatur NTB dan NTT. Menurutnya, kondisi ketika UU itu dilahirkan mungkin tepat, namun kondisi saat ini kiranya Provinsi Bali diatur secara khusus dalam UU tersendiri.

Ia menambahkan, format pembangunan nasional yang berlangsung saat ini cenderung menjadi beban bagi masyarakat Bali. Baginya, semakin tinggi pertumbuhan Pulau Bali tidak serta merta meningkatkan harapan hidup masyarakat Bali. Namun kini justru terjadi kesenjangan. Dhamantra memberi contoh, di kawasan Nusa Dua dan juga pusat wisata lainnya, masyarakat Bali terdesak dengan gempuran para investor. Di sisi lain, masyarakat Pulau Dewata harus menanggung beban pemeliharaan dan pelestarian budaya.

Triliunan rupiah dikeruk dari Bali, sementara pemeliharaan dan pelestarian budaya melalui pengeluaran biaya adat seperti pepeson justru menjadi tugas swadaya masyarakat sendiri di tengah kemampuan mereka yang terbatas. Bahkan, ketika keunikan Bali dijual dalam bentuk ekonomi pariwisata, namun hasilnya tidak dikembalikan dalam rangka pelestarian budaya di masyarakat.

Melihat kenyataan itu, Dhamantra menegaskan sudah seharusnya pemerintah pusat memberikan dana bagi hasil (DBH) pariwisata dan dana alokasi khusus (DAK) budaya kepada Provinsi Bali. Hal ini, harus dicantumkan secara jelas dan eksplisit dalam revisi UU Provinsi Bali. Jadi menurut Dhamantra, sebelum dana bagi hasil diperjuangkan, maka harus ada regulasi baru melalui revisi UU Provinsi Bali.

 

"Bali harus memiliki kesepakatan baru di bidang pengaturan dan tata kelola di bidang kebijakan politik, hukum maupun ekonomi," harap Dhamantra. 

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami