Fraksi Gerindra DPRD Bali Soroti Eksekusi Bangunan di Pantai Bingin
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Gede Harja Astawa, angkat bicara terkait eksekusi bangunan yang diduga melanggar aturan di kawasan sempadan Pantai Bingin, Kabupaten Badung.
Ia menegaskan pentingnya konsistensi dalam menegakkan aturan tanpa kompromi, demi menjaga ketertiban tata ruang dan mencegah dampak buruk ke depan.
Menurutnya, DPRD Bali memiliki tugas pokok di antaranya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan kebijakan eksekutif.
“Setelah kita mendapatkan aspirasi, kita godok kemudian keluarkan rekomendasi, maka rekomendasi itu ranahnya eksekutif. Tahap itu kita mengawasi apakah masuk apa tidak oleh eksekutif. Kalau tidak dilaksanakan, kita minta klarifikasi apa kendala, apa sebab sehingga rekomendasi tidak dilaksanakan,” ujarnya saat ditemui belum lama ini.
Gede Harja menegaskan, jika sudah ada pelanggaran terhadap aturan yang berlaku, seyogyanya tidak ada lagi kompromi.
“Kalau sudah bicara pelanggaran, ada aturan dilanggar, seyogyanya sudah tidak ada kompromi sama sekali. Karena apa, kalau sudah aturan itu dilaksanain berdampak tidak bagus di kemudian hari. Memang aturan kaku, saklek dengan tujuan lebih baik ke depannya,” tegasnya.
Ia menyoroti pentingnya ketegasan dalam menerapkan sanksi agar aturan memiliki wibawa.
“Sebuah aturan dan perda bila tidak ada sanksi menegakkan itu bahasa Bali ‘campah’, tidak memiliki wibawa. Hingga segala konsekuensi harus diambil. Sebelum ambil rekomendasi perlu mengkaji mendalam sehingga rekomendasi keluar tidak jadi macan kertas,” katanya.
Terkait indikasi pelanggaran di kawasan Pantai Bingin, ia menyebut permasalahan seperti pelanggaran sempadan pantai, tata ruang, dan vila ilegal bukan hanya terjadi di satu wilayah.
“Terkait indikasi pelanggaran sempadan sungai, jurang, pantai, tata ruang, vila bodong, itu sesungguhnya tidak terjadi di satu tempat. Kami berharap rekomendasi jadi acuan bagi siapapun yang mencoba lakukan pelanggaran,” ujarnya.
Gede Harja juga menyinggung soal penerapan perda provinsi yang berlaku di seluruh kabupaten/kota di Bali.
“Kami minta seluruh kabupaten konsisten perda provinsi yang ada. Artinya perda provinsi jadi payung hukum di perda kabupaten karena perda provinsi mengacu undang-undang, ada garis komando,” sebutnya.
Ia mencontohkan hasil kunjungan kerja ke Satpol PP Buleleng, di mana sempat ada pernyataan membijaksanai sempadan pantai, padahal seharusnya berpedoman pada perda provinsi.
“Hal ini seharusnya tidak terjadi. Hingga Pak Wakil agak protes karena perda Bali berlaku seluruh di Bali. Sama dengan undang-undang berlaku seluruh Indonesia,” tegasnya.
Soal pelanggaran regulasi, ia menegaskan “Dari sekian, satu saja dilanggar itu sudah berarti salah semuanya,”. Sekalipun ada izin, jika persyaratan lain tidak dipenuhi, menurutnya, tetap tidak bisa dikompromikan.
Mengenai proses izin dan pengawasan, Gede Harja mengajak semua pihak fokus ke depan, bukan saling menyalahkan soal proses masa lalu.
“Kita gak lihat, tidak mau bicara siapa yang salah. Kita bicara ke depan. Sebab kalau cari kenapa tidak dari dulu baru sekarang jadi debat kusir. Seperti dibijaksanai ke depan tidak bagus lagi. Kita bicara ke depan. Mulai sekarang kita harapkan investor atau siapapun dalam melaksanakan upaya usaha berbisnis agar benar-benar menaati syarat, itu bisa konsultasi dinas perizinan dan dinas terkait. Tidak pukul urusan belakang, kita ingin ke depan lebih baik dari ini,” ujarnya.
Selain soal izin formal, ia menekankan pentingnya persetujuan lingkungan masyarakat sekitar agar tidak muncul konflik horizontal.
“Agar setiap pengusaha benar-benar dapat persetujuan lingkungan setempat. Karena sistem OSS tidak tahu, tiba-tiba langsung apalagi sistem internet. Agar diperketat sehingga tidak terjadi konflik horizontal. Satu sisi pengusaha pegang pusat misalnya, tapi sisi lain dampak masyarakat merugikan masyarakat,” katanya.
Gede Harja menyebut, pihaknya menerima sejumlah masukan dari masyarakat di daerah yang menyatakan belum pernah mendapat sosialisasi atau monitoring dari pihak terkait sebelum bangunan berdiri.
“Kami dapat masukan ketika tanya instansi, kami tidak tahu Pak, karena apa, karena mereka tidak pernah datang, tiba-tiba dapat rekomendasi,” ungkapnya.
Masukan tersebut, menurutnya, akan dikaji dalam pembahasan di DPRD Bali untuk mencari sinkronisasi antara izin pusat dan situasi di daerah.
“Setidaknya ada sinkronisasi ya. Antara daerah atau usaha itu dilaksanakan dengan izin dikeluarkan pusat. Pusat gak tau daerah ini. Pusat tidak tahu lingkungan tempat membangun,” katanya.
Ia menegaskan, DPRD Bali tidak akan berbenturan dengan undang-undang pusat. Namun, sepanjang bisa diatur oleh perda, pihaknya akan mengusulkan ke pusat terkait persoalan daerah.
“Kalaupun tidak, kami akan mengusul ke pusat, ini problem daerah. Minimal izin lingkungan masyarakat. Dampak-dampak itu paling merasakan lingkungan setempat. Sisi lain izin tiba-tiba muncul melalui kita gak tau ini. Itu evaluasi masukan kita kunjungan ke daerah-daerah,” tutupnya.
Editor: Redaksi
Reporter: Gerindra Bali