The next-generation blog, news, and magazine theme for you to start sharing your stories today!
Save on Premium Membership
Get the insights report trusted by experts around the globe. Become a Member Today!
View pricing plansNew York, USA (HQ)
750 Sing Sing Rd, Horseheads, NY, 14845Call: 469-537-2410 (Toll-free)
hello@blogzine.comPHRI Bali Akui Pembangunan Hotel Pinggir Pantai Berkontribusi Terhadap Abrasi
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengakui bahwa pembangunan hotel di pinggir pantai di Bali turut memperparah abrasi di Bali.
Pada sisi lain sebagian besar investor sangat tertarik untuk berinvestasi membangun hotel di kawasan pesisir Bali. ”bahwa banyak investor yang tertarik membangun khususnya di sector pariwisata di sepanjang pantai, itu pun betul, ada 78.000 kamar di Bali dan sebagian besar berlokasi di pantai” ujar mantan Bupati Gianyar pada acara diskusi abrasi pantai Bali di Denpasar 19/1/2014 yang lalu.
Menurut Tjok Sukawati, langkah penanggulangan abrasi yang dilakukan hotel-hotel di pinggir pantai di Bali juga tidak menyelesaikan permasalahan. Kecenderungan yang terjadi adalah upaya penanggulangan abrasi yang dilakukan satu hotel hanya bersifat memindahkan lokasi abrasi.
“Pembangunan hotel di pinggir pantai demi menyelamatkan asetnya, kemudian secara parsial melakukan perbaikan penangkalan abrasi sesungguhnya mereka memindahkan masalah dari depan usahanya ke sebelah atau ke tempat-tempat lain “ kata Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Tjok Sukawati menyampaikan kedepan harus ada upaya penanggulangan abrasi yang holistik. Apalagi pantai-pantai di Bali sebagian besar merupakan tempat liburan favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Berdasarkan data Dinas Pekerjaam Umum (PU) provinsi Bali menunjukkan sepanjang 88,3 kilometer dari 437,70 kilometer panjang garis pantai di Bali mengalami abrasi.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali I Nyoman Astawa Riadi mengungkapkan berdasarkan hasil pemantauan satelit pada tahun 2009 menunjukkan pada awalnya panjang garis pantai di Bali yang mengalami abrasi mencapai 181,7 kilometer, tetapi hingga saat ini 93,35 kilometer telah berhasil ditanggulangi dengan membangun tanggul pemecah gelombang.
Astawa Riadi mengakui penanganan abrasi belum bisa dilakukan secara maksimal karena keterbatasan dana. “penanganan pantai ini memerlukan dana yang cukup besar makanya kita pilih pantai-pantai yang abrasinya cukup tinggi, kedepan ini sedang diteliti oleh Kementerian PU untuk menahan, jadi sebelum gelombang itu ke daratan kita tahan perkecil tenaganya di dalam” kata I Nyoman Astawa Riadi.
Astawa Riadi menyebutkan abrasi yang terjadi di pantai-pantai di Bali selama ini terjadi karena faktor alam dan pembangunan di sepadan pantai. Menurut Astawa Riadi, pantai-pantai yang mengalami abrasi cukup parah adalah pantai wilayah Bali selatan.
Sementara Manager Kelautan Conservation International (CI) wilayah Bali Made Iwan Dewantama menyampaikan parahnya abrasi pantai di Bali salah satunya akibat banyaknya pelanggaran pembangunan di wilayah sepadan pantai di Bali.
“Artinya tidak ada pengaturan, sehingga abrasi terjadi dimana-mana, karena banyak pelanggaran pembangunan di wilayah pantai, yang melanggar sepadan pantai, sehingga untuk menangani itu harus ditegakkan, pertama tata ruangnya harus dibangun, dimana boleh dibangun, dimana kawasan lindung, dimana kawasan suci” papar Made Iwan Dewantama.
Iwan Dewantama mendesak pemerintah provinsi Bali dan DPRD Bali untuk segera mengesahkan rancangan peraturan daerah tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Apalagi Undang-Undang no. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk segera membuat perda tata ruang Pesisir.
Iwan Dewantama mengatakan perda tata ruang pesisir sangat penting bagi Bali dalam upaya menata pembangunan di wilayah pesisir. Dengan adanya perda pesisir maka dapat dibuat zonasi dan pemanfaatan wilayah pesisir Bali.
“Bagaimana ketika kita bicara hal-hal teknis , bicara sempadan pantai, bicara reklamasi, kita punya aturan main yang jelas , paying hokum nasional sudah ada Undang-Undang 27, kenapa kita tidak bikin tata ruangnya di laut, kabupaten belum ada yang punya di Bali” ungkapnya.
Iwan Dewantama menegaskan selama ini pemerintah terlalu sibuk mengatur tata ruang wilayah darat, padahal wilayah laut juga perlu penataan. Padahal tata ruang laut sangat dibutuhkan dalam upaya mengatur zonasi pemanfaatan dan perlindungan, sehingga pembangunan wilayah pesisir menjadi pembangunan berkelanjutan.
Reporter: bbn/net
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
