Sopir GrabCar Akui Setor Rp 7 Juta Per Mobil ke Oknum Dishub
Jumat, 26 Februari 2016,
04:05 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Praktek dugaan kongkalikong jual beli izin angkutan untuk memuluskan aplikasi GrabCar semakin muncul ke permukaan.Sejumlah sopir GrabCar mulai berkicau dan mengakui dirinya harus merogoh kocek yang dalam hingga Rp 7 juta agar kendaraan pribadinya bisa mendapat izin angkutan, sehingga dapat bergabung dengan GrabCar.
Seperti penuturan salah satu Sopir GrabCar, sebut saja Komang, menyatakan dirinya mulai bergabung dengan transportasi angkutan berbasis aplikasi impor ini sejak awal November 2015 lalu. Untuk bisa bergabung GrabCar dan mendapat izin angkutan, dirinya mengaku harus menarik tabungan untuk menyiapkan uang sebanyak Rp 7 juta.
"Uang sebanyak itu harus saya bayar dimuka dan tidak boleh dicicil ataupun dibayarkan bertahap. Intinya harus lunas di depan (tanpa diberikan kwitansi). Sebagai seorang sopir untuk izin angkutan sebanyak itu bagi saya itu besarlah," ungkapnya saat ditemui di salah satu Pangkalan GrabCar di Daerah Seminyak, belum lama ini.
Komang juga mengakui dirinya membayar izin angkutan mobil pribadinya kepada salah satu oknum Pejabat Dinas Perhubungan Bali. Namun sayang, dirinya enggan berterus terang siapa sosok oknum pejabat Dishub Bali itu. Namun Ia menyayangkan sampai saat ini izin angkutan yang dipesannya belum juga bisa keluar.
"Yang jelas saya bayar segitu langsung ke rumah salah satu Pejabat Dishub Bali. Saya yakin teman lain sudah dipatok segitu kalau lewat oknum Dishub itu. Saya dikasi petunjuk oleh pihak Organda Bali, jika untuk pengurusan izin angkutan harus bertemu langsung ke Pejabat Dishub Bali ini. Tapi akibat ribut-ribut soal Grab ini, sampai 3 bulan sejak saya bayar izin juga belum keluar," tuturnya.
Secara terpisah, cerita sopir lainnya bernama Ketut. Ia bercerita jika dirinya juga dulu menyiapkan uang sekitar Rp 6 sampai Rp 7 juta untuk izin angkutan untuk diperpanjang 5 tahun sekali. Ketut mengaku tidak khawatir bergabung GrabCar meski menuai penolakan diberbagai tempat. Pasalnya, Ketut percaya diri lantaran GrabCar dibekingi pihak Dishub Bali dan Organda Bali. Ia mengakui jika saat ini pasca dilarang kantor GrabCar menyewa tempat berpindah-pindah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Sekarang kantor GrabCar sistemnya ngontrak dan berpindah-pindah. Biasanya saat ini sewa ruangan disalah satu hotel dan bukanya Senin sampai Jumat dan Sabtu minggu tutup. Pihak security hotel tahu kok kalau kita tanya kantornya jika dia pas sewa hotel disana," ungkapnya.
Indikasi permainan GrabCar oleh Oknum Organda ini juga sempat dibongkar oleh Wayan Suata yang sebelumnya pasang badan untuk GrabCar di arena Mukerda, Rabu (24/2/2016). Bahkan Suata meminta Organda Bali buka-bukaan dan jangan ada korupsi sebagai pengurus. Apalagi Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Organda diketahui Suata sisa saldo hanya Rp 9 jutaan sehingga sangat aneh dan terkesan sangat janggal.
Menurut Wakil Ketua Organda Badung itu, seharusnya laporan keuangan bulanan Organda Bali mencapai puluhan juta rupiah. Bagaimana tidak, kata Suata, pungutan rekomendasi untuk izin satu mobil sebesar Rp 200 ribu dikalikan jumlah kendaraan angkutan yang mencapai 200 kendaraan yang mencapai puluhan juta harusnya masuk ke kas atau bagian keuangan Organda Bali. Paling tidak awal Januari paling minim Rp 40 juta ada di kas Organda Bali. Belum lagi pemasukan dari Kura-Kura Transport jumlahnya lumayan perbulan karena rekomendasi dari Organda Bali karena banyak yang tidak tahu ini.
Usai Mukerda Suata juga mengakui Organda mengelak dengan membuat laporan berbeda sebagai pertanggungjawaban (laporan ganda). Karena saat menanyakan kejanggalan laporan keuangan itu, Ketua Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra membeberkan laporan keuangan dibuat dalam Laporan Keuangan Pertanggungjawaban yang berbeda.
"Pak Eddy mengelak karena tidak dibenerkan katanya membuat laporan keuangan dibuat dalam buku laporan pertanggungjawaban. Katanya dia (Ketua Organda Bali, red) punya laporan lain. Kalo memang ada kenapa gak disampaikan dalam rapat, kan Organda bukan milik Pak Eddy. Tapi akhirnya saya didamaikan oleh Pak Pande Sudirta dan Pak Eddy disalahkan oleh Pak Pande yang mana seharusnya membuat laparan keuangan yang jelas," tandasnya kecewa.
Untuk itu, Suata meminta lembaga keuangan seperti PPATK (Panitia Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) agar mengusut rekening para pengurus Organda Bali, bila perlu Kejaksaan dan KPK bisa turun tangan menyelidikinya. "Sumbangan tiap bulan ke Organda Bali dari Kura-Kura Transport kurang lebih Rp 2 juta sampai Rp 3 juta, belum lagi pemasukan dana dari lainnya," tambahnya.
Namun sayangnya ketika dikonfirmasi, Bagus selaku Bos Kura-Kura Transpost nampaknya tidak mau memberikan komentar apapun terkait indikasi permainan uang di Organda Bali. Bahkan saat dikonfirmasi melalui WA (WhatsApp) yang diterimanya tertanda terbaca namun tidak dibalas.
Namun seperti kata Suata, Akunting Kura-Kura Transport sebut saja bernama Rizal yang biasa menyetor uang ke Organda Bali mengakui membayar Rp 500 ribu per unit kendaraan/bus setiap bulan.
"Iya, tapi instruksi pembayaran ke Organda kita dapat dari Pak Bagus. Kita punya 27 armada, tapi yang aktif beroperasi hanya 22 kendaraan. Nilai pembayaran ya sesuai dengan kontrak kita dengan Organda Bali pak. 500 ribu per kendaraan/bus per bulan ," sebut Rizal lewat WhatsApp yang dikirimnya.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/net