search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Memprihatinkan, Pencaharian Karta Andalkan "Nyebit Tiing" dan Minum Air Hujan
Minggu, 3 Juni 2018, 17:15 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com,Karangasem. Pasca diturunkannya status Gunung Agung ke Level III siaga, warga yang berada diluar radius 4 kilometer bisa bernafas lega karena bisa beraktivitas seperti biasa dirumahnya.
 
[pilihan-redaksi]
Kendati mereka senang bisa kembali ke rumah, justru muncul masalah baru terutama bagi warga yang sehari-hari menggantungkan hidupnya dari hasil kebun dan ternak karena sepulang dari pengungsian di Gor Swecapura Klungkung 3 bulan silam kondisi perekonomian semakin tidak jelas.
 
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu warga, Desa Sebudi yang bermukim di wilayah Alas Kepasekan, I Wayan Karta. Dua ternak sapi yang menjadi harapan terpaksa dijual dengan harga yang sangat murah pada saat masa masa krisis Gunung Agung.
Bermaksud untuk kembali memulai berternak, namun apa daya uang dari hasil penjualan 2 ekor sapinya tersebut sudah habis dipakai saat mengungsi, meskipun tersisa, hasil penjualannya pun tidak akan cukup untuk membeli satu ekor anakan bibit sapi.
 
"Dulu Sapi padahal sudah ditawar Rp10 juta tapi tidak saya jual, begitu status naik warga pada ngungsi tidak ada jalan lain sapi saya jual dengan harga 2 juta," kata Karta.
 
Kini, untuk tetap menyambung hidup, Karta yang tinggal seorang diri di bangunan rumah 4 x 6 meter dengan dua buah ruangan sumbangan dari Kedesaan, sehari-hari mengais rupiah dengan cara "nyebit tiying" atau memecah batang bambu menjadi beberapa bagian lalu dipilah dan dibersihkan untuk dibuat menjadi bahan baku "bedeg" ( anyaman bambu).
 
Hasil sebitannya nanti, akan dijual ke pengepul di daerah Dusun Muntig, Selat, Karangasem dengan harga Rp.10 ribu permeter perseginya.  Proses pembuatannya sendiri terbilang cukup rumit karena harus dibelah beberapa kali hingga tipis dan lentur sehingga mudah dianyam.
 
[pilihan-redaksi2]
Dalam sehari, Karta hanya mampu menggarap 1 batang bambu dimana untuk satu batang bambu berukuran sedang hanya bisa menghasilkan 1 meter persegi baham jadi saja atau jika dihitung dengan harga jual hanya menghasilkan Rp. 10 ribu saja.
 
Tidak hanya dibidang ekonomi, kondisi Karta juga dipersulit dengan susahnya mendapatkan air bersih. Untuk kebutuhan minum sehari hari, Karta menggunakan air hujan yang dimasak itu pun air yang didapat dari tetangganya yang punya cubangan tempat menampung air hujan.
 
"Sulit cari air, untuk minum pakai air hujan yang dimasak itupun minta dari tetangga, kalo bisa semoga pemerintah bisa memberikan bantuan cubang untuk menampung air," ujarnya.
 
Selain itu, Karta juga berharap di tengah kesulitan ini, agar pemerintah bisa memperhatikan paling tidak bisa dibantu permodalah untuk membeli bibit ternak khususnya bagi warga yang memang benar-benar membutuhkan. (bbn/igs/rob)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami