Upacara Ngaben Jangan Sampai Berhutang dan Menjual Sawah
Rabu, 18 Juli 2018,
22:40 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Beritabali.com,Buleleng. Dalam mengadakan upacara ngaben Gubernur Made Mangku Pastika berpesan perlu dipahami agar jangan sampai menyusahkan dan membebani pratisentananya, jangan sampai berhutang dan menjual sawah.
[pilihan-redaksi]
“Baru melaksanakan upacara Ngaben secara massal jangan merasa hina, karena untuk mendapatkan sorga tidak ditentukan oleh besar kecilnya upakara, tapi kembali pada karma perbuatan yang sudah dilakukan selama hidup. Menggelar upacara Ngaben berdasarkan rasa bhakti dan tanggungjawab kita kepada leluhur yang sudah melahirkan dan membesarkan kita. Upakara yang digelar secara besar-besaran tingkat utama tapi dari hasil berhutang atau menjual sawah, itu tidak akan ada maknanya,” tegas Pastika saat menghadiri upacara Ngaben massal Desa Pakraman Patemon, Seririt, Buleleng, Rabu (18/7).
“Baru melaksanakan upacara Ngaben secara massal jangan merasa hina, karena untuk mendapatkan sorga tidak ditentukan oleh besar kecilnya upakara, tapi kembali pada karma perbuatan yang sudah dilakukan selama hidup. Menggelar upacara Ngaben berdasarkan rasa bhakti dan tanggungjawab kita kepada leluhur yang sudah melahirkan dan membesarkan kita. Upakara yang digelar secara besar-besaran tingkat utama tapi dari hasil berhutang atau menjual sawah, itu tidak akan ada maknanya,” tegas Pastika saat menghadiri upacara Ngaben massal Desa Pakraman Patemon, Seririt, Buleleng, Rabu (18/7).
Lebih jauh Pastika menyatakan pelaksanaan upacara Ngaben bukan ditentukan oleh besar kecilnya upakara yang digelar, namun berdasarkan ketulusan dan keikhlasan para pratisentana untuk mengupacarai para leluhur sebagai salah satu bentuk Rna (hutang) yang termuat dalam ajaran agama Hindu.
Di tengah pelaksanaan upacara yadnya oleh umat Hindu yang digelar secara rutin, tak jarang umat kurang memahami makna yang terkandung di dalamnya. Umat hanya melaksanakan tatanan upacara berdasarkan tradisi turun temurun. Oleh karena itu di tengah kehidupan beragama yang semakin komplek, para umat khususnya generasi muda diharapkan terus mendapatkan bimbingan pendalaman makna setiap upacara yadnya yang digelar, sehingga bisa memperkuat kehidupan beragama setiap umat.
Tak hanya itu, Gubernur Pastika juga berharap pelaksanaan upacara secara massal diharapkan bisa memupuk rasa kebersamaan dan gotong royong dengan sesama dikalangan masyarakat, dan bahkan bisa menjadi ajang kepedulian bagi sesama yang membutuhkan.
“Saya sangat mengapresiasi upacara yang digelar secara massal, semoga bisa semakin damai dan rukun, serta bisa membangun semangat gotong royong. Dari segi pembiayaan seharusnya ada subsidi silang, yang mampu dikenai biaya yang lebih besar, yang kurang mampu lebih sedikit, bahkan kalau bisa bagi yang tidak mampu sama sekali jangan sampai dikenai biaya. Kita jadi bisa membantu sesama, itulah yang disebut vasudhaiva kutumbakam, paras paros, sagilik saguluk, selunglung sebayantaka,” pungkasnya.
Ia juga menjelaskan semakin berat pelaksanaan agama, semakin besar peluang orang pindah agama. Terlebih bagi orang yang tidak memahami makna apa yang sedang digelar, maka akan cepat terpengaruh. Tantangan beragama saat ini, kata dia tidak sederhana, oleh karena itu dia berharap para penglingsir dan para wikan harus bisa menjelaskan makna agama sesungguhnya.
"Makna setiap upacara yang digelar, jabarkan setiap eedan / dudonan karya dan jelaskan maknanya, kenapa dan mengapa harus seperti itu, agar masyarakat paham. Khususnya bagi generasi muda sebagai generasi yang paling rentan, sehingga kehidupan beragama, bhakti dan sradha bhakti kita semakin kuat, agar kita yakin agama yang kita anut merupakan agama kita benar. Tidak tergoyahkan apabila ada yang menempa pemahaman beragama kita,” cetus Pastika.
[pilihan-redaksi2]
Sementara itu, Kelian Adat Desa Pakraman Patemon Jero Ketut Sujana menyebutkan Ngaben massal di desanya kali ini mengupacarai sawa matah sebanyak 175 sawa, dan sawa nyekah sebanyak 33 sawa. Masing-masing sawa dikenakan biaya berbeda tergantung jenis upacara yang diikuti, diantaranya sawa matah dikenai biaya 3,5 juta, nyekah sebesar 2 juta, ngerapuh masing-masing 200 ribu, dan sebesar 500 ribu untuk ngelungahang.
Sementara itu, Kelian Adat Desa Pakraman Patemon Jero Ketut Sujana menyebutkan Ngaben massal di desanya kali ini mengupacarai sawa matah sebanyak 175 sawa, dan sawa nyekah sebanyak 33 sawa. Masing-masing sawa dikenakan biaya berbeda tergantung jenis upacara yang diikuti, diantaranya sawa matah dikenai biaya 3,5 juta, nyekah sebesar 2 juta, ngerapuh masing-masing 200 ribu, dan sebesar 500 ribu untuk ngelungahang.
Terkait dudonan, Ia menjelaskan nancep bangsal dimulai pada tanggal 2 Juli dilanjutkan beberapa dudonan seperti puncak ngaben tanggal 20 Juli, nyegara gunung ke Pura Pulaki tanggal 21 Juli, meajar-ajar tanggal 25 Juli, dan diakhiri dengan upacara ngingkup pada tanggal 27 Juli 2018.
Gubernur Pastika yang kala itu turut didampingi Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali yang juga menjabat sebagai Penjabat Bupati Gianyar Ketut Rochineng dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Provinsi Bali Wayan Wiasthana Ika Putra, juga berkesempatan menghadiri upacara serupa upacara Ngaben Kinembulan Sawa Wedana di Desa Pakraman Panji, Sukasada, Buleleng. (bbn/rlspemprov/rob)
Berita Buleleng Terbaru
Reporter: -