Revisi KUHP Jangan Jadi Alat Mengkriminalisasi Perempuan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Revisi terhadap KUHP diharapkan tidak menjadi alat untuk mengkriminalisasi perempuan. Revisi seharusnya justru memberikan rasa adil yang lebih baik bagi perempuan.
[pilihan-redaksi]
Harapan tersebut disampaikan Ketua Yayasan Bali Sruti Dr. Luh Riniti Rahayu menanggapi RUU KUHP yang tidak mengedepankan perspektif gender. Beberapa poin yang dinilai tidak berperspektif gender yaitu pidana penjara 4 tahun bagi koban perkosaan yang sengaja menggugurkan kandungan. Denda Rp 1 juta bagi wanita pekerja yang pulang malam dan terlunta-lunta di jalanan dan dianggap gelandangan. Termasuk penjara 6 tahun bagi perempuan yang terpaksa menginap dengan lawan jenis untuk menghemat biaya.
“Jelas sangat diskrimatif. Terutama korban terbesar adalah perempuan bila RUU tersebut jadi diundangkan. Akan banyak orang yang akan dihukum, padahal penjara sudah penuh. Benar-benar HAM dan hak asasi perempuan terancam” ujar Riniti yang juga merupakan akademisi dari Universitas Ngurah Rai, Denpasar saat dikonfirmasi di Denpasar pada Selasa (24/9).
Menurut Riniti, Demokrasi akan menjadi mundur jika RUU KUHP disahkan, karena banyak pasal di dalamnya yang malah memberangus kebebasan. Jalan terakhir, RUU KUHP dikaji ulang dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, karena ini menentukan kebebasan sipil masyarakat.
“Sebagai contoh bila perempuan yg tidak berdaya lalu diperkosa, ketika akan menggugurkan demi kesehatan reproduksinya, malah dihukum. Dimana adilnya? Ketika perempuan bekerja malam seperti tenaga perawat, bidan, dokter yg kerja shift malam, lalu kena tangkap? Sungguh tidak adil” ungkap Riniti.
Riniti mengungkapkan jangan dengan alasan mengejar deadline masa kerja DPR lalu malah membuat RUU yang mengekang kebebasan sipil. Apalagi jika kemudian aturan tersebut malah menjadi alat untuk menindas kaum perempuan.[bbn/mul]
Reporter: bbn/mul