Penyemprotan Disinfektan Covid-19, Ancaman Bagi Kelestarian Serangga
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Penyemprotan disinfektan terjadi secara massal di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Bali. Penyemprotan disinfektan diyakini mampu membendung penyebaran virus Corona atau Covid-19.
[pilihan-redaksi]
Kenyataanya penggunaan disinfektan dapat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Hasil penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan disinfektan juga menjadi ancaman terhadap kelestarian serangga.
Berdasarkan hasil penelitian dari dua peneliti dari Fakultas Pertanian, Universitas Udayana yaitu I Putu Sudiarta dan Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya menemukan bahwa penggunaan disinfektan mengganggu populasi dan kelestarian serangga, khususnya serangga berguna seperti lebah. Penggunaan yang melebihi dosis yang ditentukan atau anjuran dapat menyebabkan kematian pada lebah.
“Kalau digunakan dalam konsentrasi yang tinggi berdampak sangat negatif terutama bagi serangga berguna dan berkaitan dengan ketahanan pangan kita. Kalau serangga yang berguna seperti lebah mati itu akan berdampak pada proses penyerbukan, pembuahan di alam dan sebagainya” Putu Sudiarta saat dikonfirmasi pada Kamis (21/5) di Denpasar.
Disinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh mikroorganisme (jamur, bakteri termasuk virus) atau obat yang mengandung racun untuk membasmi kuman penyakit. Jenis-jenis disinfektan adalah Sodium hypochlorite, alkohol, lodin, formalin, fenol dan lain-lain.
“Sodium hypochlorite adalah salah satu jenis disinfektan yang populer digunakan karena keampuhannya membunuh kuman. Beberapa kalangan menggunakan sodium hypochlorite sebagai salah satu disinfektan yang diharapkan dapat mencegah penyebaran Covid 19,” papar mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Denpasar.
Menurut pria asal Pancasari, Buleleng tersebut, penggunaan disinfektan harus tepat konsentrasi dan dosis. Bila digunakan tidak sesuai dengan dosis yang ditentukan maka akan membahayakan bagi serangga berguna yang pada prinsipnya bukan menjadi target.
Sudiarta menjelaskan berdasarkan hasil penelitian dengan waktu pengamatan 5, 10, 15, 20 dan 25 menit, ternyata dalam waktu 25 menit pada konsentrasi disinfektan diatas 0,1 persen dapat membunuh seluruh serangga uji. Berdasarkan hasil tersebut dapat direkomendasikan bahwa sebaiknya penggunaan disinfektan berbahan aktif Sodium hypochlorite diantara 0,05 sampai 0,1 persen.
“Ini baru pada lebah bagaimana dengan serangga berguna lainnya. Penggunaan disinfektan ini harus secara bijaksana, dosisnya harus tepat, jadi jangan sembarangan menggunakan disinfektan,” papar Sudiarta.
Sudiarta berharap hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menggunakan disinfektan. Mengingat pembuatan disinfektan dengan konsentrasi yang tepat tidak hanya mencegah tetapi juga tidak merugikan lingkungan terutama serangga berguna.
Salah satu peternak lebah Wayan Wahyudi mengeluhkan dampak penyemprotan disinfektan, apalagi takaran dosis yang digunakan tidak jelas. Belum lagi penyemprotan disinfektan dilakukan secara sembarangan.
“Kadang-kadang beberapa pemuda itu melakukan penyemprotan sembarangan, kadang-kadang di pohon di semprot pada hal disinfektan tujuannya di tempat yang bersentuhan. Kalau di tempat duduk oke lah. kalau kena semprotan populasi pasti menurun,” ungkap Wahyudi.
Wahyudi mengaku khawatir, sebab penyemprotan secara sembarangan akan berdampak pada populasi lebah. Ketika populasi menurun pada akhirnya juga akan berdampak pada jumlah produksi madu yang dihasilkan.
Penyemprotan disinfektan secara rutin salah satunya dilakukan di wilayah Kota Denpasar. Penyemprotan itu dilakukan di pusat pelayanan publik, perkantoran, obyek wisata, dan obyek vital. Selain itu, ruas-ruas jalan dan ruang publik Kota Denpasar. Bahkan penyemprotan di ruas-ruas jalan dilakukan dengan menggunakan mobil pemadam kebakaran (damkar).
Kabag Humas dan Protokol yang juga Juru Bicara Satgas Penanggulangan Covid 19 Kota Denpasar Dewa Gede Rai mengatakan penyemprotan di ruas ajalan dan fasilitas publik dilakukan karena menurut WHO bahwa droplet dari orang yang positif ketika batuk atau bersin dapat melayang di udara dan bertahan sampai 8 jam. Selain itu penyemprotan juga dilakukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Reporter: bbn/mul