search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kelian Banjar Laporkan Pentolan Ormas ke Polresta Denpasar
Minggu, 20 Desember 2020, 22:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/Kelian Banjar Laporkan Pentolan Ormas ke Polresta Denpasar

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Residivis sekaligus pentolan ormas di Bali, I Made Murdana alias Jerug (47) dilaporkan ke Polresta Denpasar. Pria yang pernah dua kali masuk penjara dalam kasus penusukan dan pelemparan bom molotov itu dilaporkan kasus pembongkaran dan pengerusakan keramik di Balai Banjar Liligundi Ubung Kaja di Jalan Kebo Iwo Denpasar, Sabtu (19/12/2020). 

Kasus pengerusakan yang dilakukan oleh Jerug dijelaskan Kelian Banjar Liligundi, I Wayan Suparta (48). Menurutnya Jerug melakukan pengerusakan pada Sabtu (19/12/2020) sekitar pukul 10.00 Wita. Kasus ini sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar. 

"Ya sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar," jelasnya ke wartawan, Minggu (20/12/2020). 

Menurutnya pihaknya terpaksa melaporkan Jerug ke Polisi karena merasa dirugikan. Apalagi selama ini Jerug kerap berulah, mengancam warga padahal sudah sering dilakukan mediasi. 

Soal pembongkaran itu, Wayan Suparta mengatakan Jerug menyuruh 8 buruh bangunan untuk membongkar secara sepihak. Padahal, tanah yang dibongkar seluas 3.5 are itu merupakan milik Balai Banjar yang bangunannya sudah dihuni sejak ratusan tahun lalu. 

"Bangunan dan tanah di banjar itu sudah ada sebelum saya lahir. Jadi dia (Jerug) mengklaim tanah itu tanpa dasar yang kuat. Ia mengklaim tanah itu adalah tanah warisan dari leluhurnya berdasarkan wangsit (mimpi). Tak ada bukti sertifikat atau bukti lain selain berdasarkan wangsit itu," ungkap Wayan Suparta. 

Diceritakannya, karena persoalan tersebut persisnya tahun 2017, pihak banjar menggelar paruman yang dihadiri para penglingsir dan krama Banjar. 

"Agar tidak terjadi ribut terus menerus para penglingsir menyarankan untuk memberikan uang untuk tanah itu kepada Jerug," terangnya. 

Nah, atas kesepakatan tersebut pihak banjar sepakat memberikan kompensasi sebesar Rp 1 miliar. Kompensasi itu bukan untuk membayar tetapi merupakan bentuk kepedulian. Karena Jerug yang pernah terlibat aksi teror bom molotov tahun 2019 itu mengaku keluarganya sakit-sakitan dan dirundung masalah dan tanah itu merasa dimilikinya berdasarkan mimpinya.

Dijelaskannya, pemberian uang kompensasi itu dilakukan dengan harapan dibuatkan upacara, agar keluarga Jerug kembali sehat. Bahkan uang kompensasi diberikan dengan cara bertahap sebesar Rp 500 juta, Rp 200 juta, hingga terakhir sisa Rp 100 juta. 

"Uang Rp 900 juta untuk kompensasi itu merupakan pinjaman dari LPD setempat. Saat itu saya belum jadi Kelian. Saat bayar uang Rp 100 juta cicilan terakhir ditolak oleh pelaku tanpa ada alasan yang jelas. Padahal dia (Jerug) sudah terima uang Rp 900 juta," sebutnya.

Setelah diberikan uang Rp 900 juta dibuatlah surat pernyataan, dimana  pengurusan sertifikat diserahkan kepada banjar sesuai prosedur. Sementara pelepasan hak dari notaris sudah lengkap hingga tanah itu dibuat sertifikat. 

"Jadi pelaku tidak ikut campur dengan urusan itu karena banjar merasa sudah melakukan pembayaran. Kini tanah itu atas nama Telaba Pura Begawan Penyarikan," bebernya. 

Setelah terjadi perubahan hak kepemilikan akhir tahun 2017, tanah itu malah kembali dikuasai oleh Jerug. Tak hanya itu, Jerug yang pernah menusuk pecalang tahun 2017 itu sering memarkirkan mobilnya di areal banjar dan tidak mengakui tanah itu atas nama orang lain. 

"Padahal dia sudah terima uang Rp. 900 juta. Bahkan sudah dibuatkan surat pernyataan bahwa pengurusan tanah itu diserahkan kepada pihak banjar," jelasnya. 

Anehnya, Jerug juga minta sertifikat tanah yang sudah dibuat dan meneror warga setempat. Akibat ulahnya itu, setelah kasus penusukan Pecalang tahun 2017 pihak banjar menjatuhinya hukum adat berupa kesepekang. 

"Sering kali saya buat laporan ke Polisi karena dia teror warga. Karena dia juga minta sertifikat tanah tersebut," ungkap Wayan Suparta. 

Puncaknya, Sabtu (19/12/2020) sekitar pukul 10.00 Wita, Jerug secara sepihak membongkar pagar dan merusak keramik yang merugikan pihak balai banjar sebesar Rp 25 juta. Itu dilakukannya agar krama desa memberikan uang Rp. 100 juta lagi agar urusannya selesai. 

Namun karena tidak terima perbuatan pelaku, pihak Banjar melaporkannya ke Polresta Denpasar. 

"Jadi, tidak ada upaya lain selain proses hukum. Jika nanti terus berulah maka kita pikirkan untuk mencari kekuatan hukum tetap," tegasnya.

Reporter: bbn/bgl



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami