Minta Perlindungan Polda Bali, Sikap Bendesa Gianyar Dinilai Salah Alamat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Anggota DPRD Gianyar asal Lingkungan Sengguan Kangin Gianyar, I Nyoman Alit Sutarya, menilai tindakan yang dilakukan Bendesa Gianyar, Dewa Made Swardana dengan meminta perlindungan hukum ke Kapolda Bali dinilai 'salah alamat'.
Alit Sutarya yang biasa disapa Alit Rama, menilai Bendesa ingin menggiring opini, bahwa seakan akan Pemkab Gianyar arogan, melakukan ancaman dan sebagainya.
"Berdasarkan logika hukum, perlindungan hukum hanya dilakukan saat yang bersangkutan mendapatkan ancaman menyangkut jiwa seseorang," ujarnya.
Lebih jelas dikatakanya, apa yang dilakukan Bendesa Gianyar "salah alamat" dengan mohon perlindungan hukum ke polisi, padahal tidak ada yang mengancam.
"Kalaupun ada ancamam, laporan ke polisi harus disertai dengan bukti-bukti. Sedangkan kalau masalah hak atau status, langkah yang harus diambil adalah menggugat ke pengadilan," jelasnya.
Anggota Fraksi PDIP ini menegaskan, pernyataannya ini bukan untuk memojokkan pihak Desa Adat Gianyar.
Sebagai krama Gianyar, terlebih lagi anggota dewan, ia menilai harus memberikan pencerahan terkait masalah ini.
"Sedangkan seperti kata Bendesa Gianyar, bahwa Pemkab disebut tak pernah ada dialog, itu tidak benar. Dua tahun lalu sudah sosialisasi. Sedangkan 5 bulan sebelum peletakan batu pertama sudah ada kesepakatan. Bahkan, ramah tamah dengan seluruh prajuru se Desa Adat Gianyar di halaman belakang kantor bupati juga sudah dan saat iti saya juga hadir. Ini sudah jelas ada proses sebelum melakukan pembangunan," tegasnya.
Sedangkan terkait tudingan Pemkab tidak hadir dalam mediasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gianyar, dikatakannya, Pemkab Gianyar memberikan kesempatan lebih banyak kepada BPN untuk konsultasi.
Disamping itu BPN bukan tempat pemberi keputusan. Ia menyarankan Bendesa Gianyar supaya membawa persoalan ini ke pengadilan, disertai dengan bukti-bukti kuat.
"Di BPN Pemkab katanya tidak datang. Itu Pemkab sengaja memberikan kesempatan pada desa adat untuk menanyakan secara rinci pada BPN. Dan BPN juga bukan pemberi keputusan, jadi sah-sah saja tidak hadir," ungkapnya.
Sedangkan terkait pernyataan Bendesa Gianyar 'sejak bupati ini', ia merasa terusik. Ditegaskanya, justru sejak Bupati Mahayastra ada revitalisasi Pasar Gianyar.
Menurutnya, Desa Adat Gianyar tidak ada dirugikan. Kesepakan terdahulu, terkait kerjasama parkir dan senggol masih berlangsung.
Bahkan, kalau pasar jadi, Desa Adat Gianyar akan diverikan 7 kios.
"Tidak ada yang merugikan Desa Adat Gianyar, bahkan kerjasama parkir dulu 60 persen untuk Desa Adat dan 40 persen untuk Pemkab Gianyar, sekarang malah ditingkatkan 65 untuk desa dan 35 untuk pemkab," jelasnya.
Diungkapkanya, tanah yang dipermasalahkan tersebut, telah masuk dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemkab Gianyar.
Bukti kuatnya, bahwa Pemda sudah menguasai tanah tersebut lebih dari 10 tahun.
"Tidak mungkin ada pembangunan tanpa kejelasan, apalagi dengan anggaran ratusan miliar. Pemkab tidak mungkin membangun pada tanah desa adat. Kalau tanah ini disertifikasi sesuai keinginan bendesa, ditakutkan akan dengan gampang mengusir pemkab, dicarikan investor, silahkan bangunannya mau dibongkar atau bagaimana. Jadinya yang rugi bukan hanya Pemkab, tapi masyarakat. Kalau Pemkab yang memiliki sudah tentu yang diuntungkan semua orang. Bukan menguntungkan bupati, atau pejabat," ujarnya.
Alit Sutarya mengajak Desa Adat Gianyar untuk menyudahi polemik tersebut. Apalagi menurutnya, Drsa Adat Gianyar tidak ada dirugikan, justru Pasar Umum Gianyar akan menjadi ikon Gianyar yang baru.
"Mari kita sudahi polemik ini, untuk kemajuan Desa Adat Gianyar dan Pemkab Gianyar," pungkasnya.
Reporter: bbn/aga