Cerita Warga Bali Yang Pernah Berkunjung ke Alam 'Memedi'
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beberapa warga di Bali mengaku pernah masuk atau "berkunjung" ke alam "memedi" (mahluk halus). Seperti apa cerita mereka?
Beberapa responden warga sempat diwawancarai oleh penulis dan peneliti fenomena "memedi" IB. Arya Lawa Manuaba atau Gus Arya. Mereka menyebutkan mengenai situasi alam para memedi tersebut dan bentuk badan mereka.
"Alam mereka (memedi) sama seperti di Bumi. Mereka punya keluarga, sistem masyarakat dan transportasi. Namun, dari pengakuan beberapa responden yang pernah masuk ke alam itu entah karena diculik atau tidak sengaja tersesat, mereka tidak pernah melihat matahari atau bulan. Yang ada hanya suasana langit yang remang-remang persis sandikala, dan itu berlangsung terus-menerus," jelas Gus Arya kepada beritabali.com.
Beberapa responden, kata Gus Arya, memiliki kesamaan pengakuan, yakni suasana langit yang remang-remang bagaikan senja abadi.
Dari pengakuan responden lain, didapatkan data bahwa usia para memedi mencapai ratusan tahun. Seorang responden mengaku memiliki kawan seorang memedi yang usianya 125 tahun namun masih tampak seperti gadis belia.
"Tak hanya itu, kaum memedi mempunyai kemampuan mistik yang menakjubkan. Mereka bisa menghilang, berubah bentuk menjadi makhluk lain, dan menyembuhkan penyakit. Di alam mereka juga ada banyak permata dan batu-batu mulia yang berkhasiat. Beberapa benda itu diberikan kepada manusia untuk menyembuhkan penyakit. Namun, khasiat batu-batu itu ada batas waktunya,"ujar Gus Arya.
Di alam para memedi, terdapat emas yang agak berbeda dengan emas yang lazim ditemui di dunia manusia. Emas ini ada di sungai-sungai. Menurut keterangan beberapa narasumber (responden), sungai-sungai di alam para memedi berhubungan dengan sungai di alam manusia. Itulah sebabnya mereka dan manusia bisa keluar-masuk lewat jalur sungai.
Beberapa kategori data telah berhasil dikumpulkan, yakni terkait dengan suasana umum alam para memedi, makanan para memedi, bentuk tubuh mereka, dan apa yang terjadi setelah korban penculikan (atau korban tersesat ke alam gaib) pulang kembali ke dunia manusia.
"Data ini pastinya sangat berharga untuk kajian selanjutnya, namun juga masih jauh dari kata lengkap. Yang jelas, satu kesimpulan sementara yang berhasil didapatkan adalah mengenai suasana alam para memedi tersebut. Ternyata, ada perbedaan antara alam para memedi, tonya dan wong samar," ujarnya.
Para memedi memiliki alam yang tidak diterangi cahaya matahari, sementara para wong samar memiliki alam yang masih diterangi cahaya matahari yang sama. Ini menimbulkan praduga bahwa alam mereka terletak di tempat yang berbeda.
Apabila dikorelasikan dengan uraian mengenai dimensi-dimensi bumi menurut Kitab Suci Weda, ada suatu tempat di alam semesta ini yang disebut dengan Patala Loka. Patala loka ini terdiri atas tujuh tingkatan, dan semuanya tidak disinari cahaya matahari.
Suasana di alam ini bagaikan senja hari. Ini persis seperti uraian terhadap suasana di alam memedi berdasarkan penuturan responden. Sementara itu, terdapat juga ‘Bumi lain’ yang masih berhimpitan dengan Bumi tempat tinggal manusia, namun berbeda dimensi.
Jadi, Bumi kita dan ‘bumi gaib’ ini terletak nyaris dalam satu tempat, namun dimensinya berbeda. Itulah sebabnya para wong samar dikatakan masih mendapatkan cahaya matahari seperti di Bumi manusia.
Bahkan, menurut responden yang ada di Bali bagian barat, beberapa kalangan wong samar konon sering terlihat mandi di hulu sungai desa mereka dan dapat dilihat dengan mata biasa.
"Jadi, kesimpulan sementara penelitian terhadap fenomena memedi, wong samar dan sebangsanya ini adalah bahwa mereka hidup di wilayah "Patala Loka" atau di wilayah ‘Bumi gaib’ yang disebut dengan ‘Bhauma swarga’," kata Gus Arya.
Tentunya, kesimpulan ini belumlah cukup. Kajian dan riset masih sedang dijalankan, walaupun terbentur berbagai stigma negatif dan tabu yang berkembang di masyarakat tradisional Bali.
"Tujuan riset ini sebenarnya adalah untuk menjawab pertanyaan fundamental manusia: apakah kita sendirian di alam semesta ini? Apakah peradaban manusia di Bumi berpengaruh pula dalam kehidupan makhluk gaib itu," pungkasnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim