search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kisah Wayeya, Perempuan Muslim Arab Yang Jadi Tentara Israel
Kamis, 1 Juni 2023, 18:55 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Kisah Wayeya, Perempuan Muslim Arab Yang Jadi Tentara Israel

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Perempuan asal Arab Saudi beragama Islam, Ella Wayeya adalah salah satu sosok yang mengalami krisis identitas selama tinggal di Israel. Hal ini dimulai ketika ia berusia belasan tahun dan diminta untuk menjelaskan asal-usulnya.

Namun, krisis identitas Wayeya berakhir setelah ia resmi menerima Kartu Tanda Penduduk (KTP) kewarganegaraan Israel. Sejak saat itu, Wayeya memutuskan untuk mengabdi pada salah satu negara yang memiliki banyak musuh di dunia itu.

Melansir dari Jewish News Syndicate, Wayeya memutuskan untuk mengabdi kepada Israel dengan bergabung menjadi Israel Defence Forces (IDF) alias tentara Israel. Hal tersebut tidak mudah karena Wayeya melawan norma-norma lingkungan dan pandangan keluarga. Terlebih, keluarga Wayeya memiliki perasaan emosional yang kuat saat Palestina menerima perlakuan keras dari Israel.

"Selama 18 bulan pertama, saya merahasiakan [kepada keluarga] bahwa saya bergabung dengan tentara. Hingga akhirnya rahasia ini terbongkar oleh ibu saya yang menemukan seragam IDF di kamar. Dia langsung menangis," ujar Wayeya yang masuk tentara pada 2013, kepada Jewish News Syndicate, dikutip Kamis (1/6/2023).

Meskipun mendapatkan banyak kontra dari lingkungan sekitar, Wayeya mengaku tetap senang dan mencintai Israel.

Kini, Wayeya dipandang sebagai prajurit berprestasi. Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, ia sudah menyandang pangkat Kapten dan menjadi perempuan Muslim-Arab pertama yang mampu meraih gelar tersebut.

Waweya adalah seorang perwira militer yang dihormati dan menerima Penghargaan President's Award of Excellence pada 2015 dan penghargaan lain dari Kepala Divisi Operasi pada 2018.

Wayeya Bukan Muslim Satu-satunya yang Bergabung Militer Israel

Menurut laporan The Jerusalem Post, data resmi pada 2020 yang dihimpun IDF mencatat bahwa ada 606 orang dari Arab-Muslim yang bergabung. Angka ini mengalami kenaikan dari 489 orang pada 2019 dan 436 orang pada 2018.

Dalam laporan khusus Al Majalla berjudul "Exclusive: IDF - 'Our Mission is to Enlist as Many Israeli Arabs as we can'" pada 2022, IDF berhasil merekrut sekitar 130-350 suku Badui yang mayoritas Muslim dan 40-100 tentara dari berbagai desa dan kota berpenduduk mayoritas Muslim untuk menjadi tentara. Sementara itu, sektor kepolisian juga mencatatkan hal yang sama, yakni 20 persen dari pendaftar pada 2021 adalah Muslim.

Bahkan, pada 2016 BBC pernah menuliskan peningkatan jumlah tentara dari komunitas Arab-Israel yang membuat IDF membentuk tim bernama Gadsar. Gadsar beranggotakan sekitar 500 prajurit keturunan Arab yang beragama Islam atau Kristen. Mereka bertugas di kawasan Tepi Barat, salah satu titik panas konflik Israel-Palestina.

Pemerintah Israel sebetulnya tidak mewajibkan komunitas Arab-Israel dan Badui ikut wajib militer. Namun, pemerintah juga tidak menutup pintu bagi mereka yang ingin bergabung angkat senjata. Dengan demikian, mereka bisa dikatakan bergabung menjadi anggota IDF secara sukarela dan tanpa paksaan.

Kenyataan bergabungnya masyarakat Muslim dengan IDF memang kontradiktif dengan garis perjuangan yang dilakukan mayoritas Muslim dan negara Arab lainnya untuk mendukung kedaulatan Palestina. Sebab, bergabung menjadi tentara Israel secara tidak langsung mematahkan perjuangan Palestina. Bahkan, mereka juga secara tidak langsung menjadi 'mesin pembunuh' penduduk Palestina.

Meskipun demikian, keputusan menjadi tentara Israel juga tidak bisa disalahkan karena mereka menilai bahwa ini jalan terbaik untuk mencapai kesejahteraan. Sebab, masyarakat Israel kerap mengalami ketidaksetaraan ekonomi yang berujung pada tingginya kemiskinan dan pengangguran.

Riset terbaru oleh Ensherah Khory dan Michal Krumer-Nevo berjudul "Poverty in Arab-Palestinian society in Israel: Social work perspectives before and during Covid-19" pada 2023 menyebutkan bahwa 45,3 persen keluarga dan 57,8 persen anak-anak dari komunitas Arab-Palestina (nama lain Arab-Israel) berada di bawah garis kemiskinan.

Bila melihat data tersebut, cukup logis bila mereka mencari pekerjaan terbaik, salah satunya tentara. Terlebih, pemerintah Israel juga secara serius merekrut tentara dengan menjanjikan beragam kemudahan, seperti kesetaraan hingga kesejahteraan.

Dalam riset peneliti University of Pennsylvania Miriam Minsk berjudul "Saluted for Service: Benefits of Arab-Israeli Enlistment in the Israel Defense Forces" (Journal on Jewish Thought, Jewish Culture, and Israel, 2020), IDF memberikan peluang kerja lebih luas kepada orang Arab setelah masa wajib militer selesai. Sekalipun tetap berkecimpung di dunia militer, pemerintah berupaya memposisikan mereka untuk dapat sukses di masa depan.

Alasan ini terkesan sangat positif karena berupaya mengintegrasikan warga Arab ke dalam masyarakat Israel agar lebih sejahtera. Namun, anggota parlemen Hanin Zoabie kepada Al Majalla membantah alasan ini.

Zoabie mengungkapkan bahwa sikap baik ini bertujuan memecah belah orang Arab-Israel. Sebab, serupa dengan kisah Wayeya, hadirnya satu anggota keluarga menjadi tentara membuat hubungan dalam satu lingkungan tidak lagi sama. Mereka dipastikan akan saling menyalahkan hingga timbul perpecahan.

Menjadi individu dalam komunitas Arab-Israel memang sulit. Hanya ada dua pilihan: tetap bertahan di situasi penuh diskriminasi atau bekerja mengabdi pada pemerintah agar lebih sejahtera dengan predikat pengkhianat. Tentu pilihan ini tidak mudah dan punya konsekuensi besar.(sumber: cnbcindonesia.com)

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami