Cuti Massal Hakim, Sejumlah Pengadilan Tunda Persidangan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Hakim di sejumlah pengadilan memutuskan menunda persidangan di hari pertama cuti massal, Senin (7/10). Aksi serentak tersebut merupakan bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat mendesak.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang selama sepekan di masa aksi cuti massal kemarin. Namun, untuk Praperadilan dan perkara yang masa penahanan terdakwa mau habis, sidang tetap dilakukan. Hal ini sebagaimana seruan dari Solidaritas Hakim Indonesia beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di PN Jakarta Selatan pada pukul 09.34 WIB, terlihat hanya satu ruang sidang yang sudah dibuka namun belum melaksanakan persidangan. Sementara untuk ruang sidang lain seperti ruang sidang Oemar Seno Adji, R Subekti, Mudjono, Wirjono Prodjodikoro, dan Purwoto S Gandasubrata masih tertutup.
Terdapat sejumlah warga masyarakat dan staf termasuk bagian sentra Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang sedang beraktivitas. Pelayanan masyarakat tetap ada.
"Untuk PN Jaksel sidang-sidang ditunda seminggu yang akan datang, kecuali sidang Praperadilan atau sidang-sidang yang masa penahanannya akan habis tetap akan disidangkan," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Senin (7/10).
Tindakan serupa juga dilakukan oleh hakim di PN Wates, Kulon Progo dan Bantul. Mereka turut ambil bagian dalam gerakan menuntut kesejahteraan melalui gaji serta tunjangan dengan cara mengosongkan jadwal persidangan selama 7-10 Oktober 2024.
Juru Bicara PN Wates Setyorini Wulandari mengatakan tak ada hakim di instansinya yang terjadwal mengambil hak cutinya tertanggal Senin (7/10).
Akan tetapi, kata dia, para hakim di PN Wates mendukung peningkatan kesejahteraan melalui gaji dan tunjangan yang tak pernah mengalami penyesuaian sejak 2012.
"Pada prinsipnya kami mendukung gerakan Solidaritas Hakim Indonesia terhadap perbaikan kesejahteraan hakim sebagaimana press release dari IKAHI (Ikatan Hakim Indonesia) Cabang Wates," kata Wulan saat dihubungi, Senin.
Sesuai pernyataan sikap IKAHI pula, kata Wulan, para hakim di PN Wates memutuskan untuk mengosongkan jadwal persidangan pada tanggal 7-11 Oktober 2024 atau berbarengan dengan gerakan cuti massal hakim yang menuntut kesejahteraan.
Senada dengan PN Wates, Humas PN Bantul Gatot Raharjo menyebut para hakim di instansinya juga mengosongkan jadwal persidangan selama 7-11 Oktober 2024.
"Kami ketua dan wakil ketua beserta para Hakim Pengadilan Negeri Bantul ikut berpartisipasi dalam aksi menuntut kesejahteraan hakim pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 dengan skema mengosongkan jadwal persidangan pada tanggal tersebut," ungkap Gatot.
"Namun, dikecualikan terhadap perkara yang telah dilakukan penundaan sebelum penentuan aksi tersebut tetap disidangkan," sambungnya.
Aksi mengosongkan jadwal sidang juga dilakukan hakim di Banda Aceh, PN Surabaya, Makassar hingga Denpasar. Di PN Banda Aceh, terdapat 16 hakim umum dan tujuh hakim ad hoc yang sepakat untuk mengambil cuti secara bersamaan.
Sementara itu, jajaran hakim di PN Yogyakarta mengenakan pita putih di lengan kiri saat melaksanakan persidangan sebagai bentuk solidaritas atas gerakan menuntut kesejahteraan gaji dan tunjangan.
Humas PN Yogyakarta Heri Kurniawan menuturkan para hakim di instansinya memang tak melakukan cuti massal atau mengosongkan jadwal persidangan selama 7-11 Oktober 2024.
"Kita tetap mendukung dengan menggunakan pita putih dalam persidangan atau selama berjalan aksi itu," kata Heri saat dihubungi, Senin (7/10).
Dilansir dari laman Instagram @solidaritas_hakim_indonesia, per Minggu (6/10), gerakan cuti massal tersebut mendapat dukungan yang sangat luas dari hakim di Indonesia dengan 1.748 hakim tergabung dalam grup Solidaritas Hakim Indonesia. Sebagian besar hakim menyatakan sikap dukungannya melalui wadah IKAHI cabang dan daerah, sementara sebagian lainnya menyuarakan dukungan melalui satuan kerja masing-masing.
"Di Jakarta, sebanyak 148 hakim telah mengonfirmasi akan hadir secara langsung untuk bergabung dalam aksi tersebut," sebagaimana dilansir dari akun Instagram Solidaritas Hakim Indonesia.
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia Fauzan Arrasyid menganggap ketidakmampuan pemerintah untuk menyesuaikan penghasilan hakim sebagai sebuah kemunduran dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan.
Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim menurutnya rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Apalagi, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang secara tegas mengamanatkan perlunya peninjauan ulang pengaturan penggajian hakim.
Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini menurut Fauzan sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
"Oleh karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak," ucap Fauzan beberapa waktu lalu.
Kemarin, Senin (7/10), MA bersama sejumlah pihak terkait seperti Komisi Yudisial (KY) dan Bappenas telah menerima perwakilan Solidaritas Hakim Indonesia guna menindaklanjuti tuntutan kesejahteraan hakim tersebut. Sedangkan pada hari ini Solidaritas Hakim Indonesia akan beraudiensi dengan sejumlah tokoh dan perwakilan rakyat di DPR. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net