Miris, 43 Persen Siswa SMP di Buleleng Belum Hafal Abjad
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Satu bulan sudah pendampingan belajar membaca dan menulis diberikan oleh relawan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja kepada 375 siswa SMP di Buleleng. Hasilnya, ada 43,1 persen siswa yang ditemukan berada di level dasar atau belum hafal abjad.
Dekan FIP Undiksha, Prof Dr I Wayan Widiana ditemui Senin (2/6) mengatakan, ada sebanyak 76 dosen serta 375 mahasiswa dari semester IV dan VI yang disebar ke SMP untuk memberikan pendampingan sejak 6 Mei 2025. Para siswa dilatih membaca dan menulis menggunakan media kartu huruf, buku cerita, komik digital hingga lagu.
Khusus di wilayah perkotaan, pendampingan diberikan sebanyak empat kali dalam seminggu. Sementara di wilayah pedesaan, hanya dua kali dalam seminggu karena terkendala jarak. Pendampingan dilakukan di ruang khusus yang disediakan oleh sekolah.
"Yang di desa hanya bisa dua atau tiga kali dalam seminggu. Karena mahasiswa kami juga harus mengikuti perkuliahan di kampus. Disamping itu kan ini sifatnya sukarela, dengan biaya sendiri. Jadi untuk yang lokasinya jauh tidak mungkin relawan kami bisa ke sana setiap hari," jelasnya.
Setiap memberikan pendampingan, para relawan diwajibkan untuk melaporkan progres para siswa. Hingga akhirnya ada beberapa fakta yang berhasil ditemukan.
Wakil Dekan Bidang Akademik sekaligus Koordinator Tim Pendampingan, Prof Dr Kadek Suranata menyebutkan, dari 375 siswa yang belum mampu membaca dan menulis itu, 43,1 persen di antaranya masuk dalam level dasar. Dengan ciri belum menghafal abjad dan mengeja terbata-bata.
Selain itu, 36,5 persen siswa masuk dalam level menengah. Dengan ciri sudah mengenal abjad, namun kesulitan untuk membaca kalimat panjang atau konsonan ganda. Serta 20,4 persen siswa lainnya masuk dalam level lanjut. Dengan ciri lancar membaca, namun kurang memahami isi dari bacaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Yakni karena mengalami gangguan kognitif, mengalami gangguan fisik seperti penglihatan dan pendengaran, mengalami disleksia, mengalami gangguan emosional dan psikososial, serta kurangnya motivasi atau dukungan untuk belajar.
"Untuk yang gangguan emosional, mereka sempat mengalami traumatik belajar. Mungkin karena keluarganya terlalu keras mendidik, atau lingkungan sekolah yang tidak nyaman. Bahkan saat diberikan pendampingan, ada siswa yang sampai BAB di celana. Ada yang lari karena cemas berlebihan. Seperti itu kondisi mereka," ungkap Prof Suranata.
Suranata menambahkan, pendampingan ini akan dilakukan hingga September 2025 mendatang, khususnya bagi siswa yang berada di level dasar. Beberapa metode pun akan digunakan untuk menumbuhkan minat siswa dalam membaca dan mengenal abjad.
"Setiap bulan akan kami pantau perkembangan siswa. Kalau memang sampai September masih ada siswa yang belum bisa membaca, berarti harus ada penanganan khusus. Datanya akan kami serahkan ke Pemkab agar ditindaklanjuti mungkin bisa di sekolahkan ke sekolah inklusi," jelasnya.
Prof Widiana pun berharap pendampingan yang dilakukan oleh tim relawan ini dapat ditiru oleh seluruh sekolah di tingkat SD dan SMP. Mengingat kasus seperti ini dapat terjadi setiap tahun.
Pemkab Buleleng juga diharapkan lebih mengoptimalkan Unit Layanan Disabilitas Bidang Pendidikan Inklusif yang sudah dibentuk oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng.
"Yang mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan agar diberikan alat bantu. Siswa yang gangguan mental berikan pendampingan psikolog," tandasnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/rat