Produsen AMDK di Bali Terancam Bangkrut Imbas SE Gubernur Koster
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Bali menghadapi situasi sulit menyusul terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Wayan Koster yang salah satu poinnya melarang produksi AMDK di bawah satu liter. Para pelaku usaha pun mengaku khawatir usahanya terancam gulung tikar.
PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, anak perusahaan PDAM Buleleng yang memproduksi AMDK “Yeh Buleleng”, menjadi salah satu yang terdampak. Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi Nyoman Arta Widnyana mengatakan sulit bagi perusahaannya mengubah produk yang sudah punya pangsa pasar luas di masyarakat.
“Apalagi perusahan kami itu hampir 70 persen produknya adalah AMDK botol dan cup. Pokoknya drop sekali saya dengan adanya kebijakan seperti ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, para produsen pernah diajak bertemu Gubernur Koster membahas kebijakan ini. Namun, para pelaku usaha tidak bisa berbuat banyak lantaran Gubernur tetap bersikeras.
“Para produsen AMDK nggak bisa apa-apa, orang gubernur begitu. Gubernurnya ngotot. Kita kemarin semua dibuat bungkam sama dia,” tuturnya.
Arta pun heran sebab masalah sampah di Bali seakan-akan hanya ditimpakan pada kemasan AMDK. Padahal, menurutnya, kontribusi sampah AMDK hanya 4,5% dari total sampah di Bali.
“Bingung saja, kok kita dijadikan kambing hitam dari permasalahan sampah di Bali ini,” katanya.
Dengan adanya larangan tersebut, omzet perusahaannya dipastikan turun drastis. Bahkan, ia khawatir nasib 54 karyawannya ikut terdampak.
“Kita akan tetap berusaha. Tapi, untuk mengubah pangsa pasar dari cup dan botol ke kemasan satu liter itu kan tidak mudah, butuh waktu lama untuk menggarap pasarnya. Sementara, karyawan harus dibayar setiap bulannya. Bisa bertahan saja sudah syukur. Apalagi di tengah persaingan ketat di industri AMDK saat ini, ditambah lagi kondisi perekonomian yang belum membaik saat ini,” tukasnya.
Ia berharap Kementerian Perindustrian bisa turun tangan membantu pelaku industri AMDK di Bali.
“Pemerintah kan ingin mendorong ada pertumbuhan sebesar 8 persen. Tapi, kalau begini kan, mana ada pertumbuhan dari AMDK nantinya,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Hernawan, pemilik AMDK “Amiro”. Ia mendukung tujuan kebijakan tersebut, namun berharap implementasinya tidak mematikan industri yang ikut menopang ekonomi daerah.
“Tapi, di implementasinya kan seharusnya nggak harus bunuh industri yang justru ikut berkontribusi bagi perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di Bali,” cetusnya.
Perusahaannya memproduksi 95 persen AMDK jenis cup karena menyesuaikan pangsa pasar.
“Kita ini kan perusahaan kecil. Kita kan sebelum usaha pasti lihat dulu segmen pasarnya yang bisa kita masuki. Nah, pada saat itu, pertimbangannya ya cup yang berpeluang. Karena, kalau kita main di botol sudah ada raksasanya. Begitu juga kalau kita pilih galon juga sudah ada raksasanya,” tuturnya.
Jika kebijakan pelarangan tetap berlaku, Hernawan khawatir perusahaannya bisa bangkrut.
“Jadi, jika kita dilarang memproduksi AMDK cup, ya bisa dipastikan kita bisa bangkrut nanti. Karena, 90 persen pangsa pasar kita ya itu yang sekarang dilarang. Jika itu dilarang, karyawan kita yang saat ini lebih dari 34 orang bisa-bisa menganggur semua,” katanya.
Ia menambahkan, tidak mudah mencari segmen pasar baru di tengah ketatnya persaingan bisnis AMDK.
“Untuk berubah kan butuh sumber daya juga. Kalau mendadak begini kan berat buat kita. Implikasinya jelas, sudah nggak prospek lagi, karyawan juga kena imbas. Kita semua shock, termasuk para agen dan semua outlet kita, semua kena dampaknya,” tandasnya.
Bahkan, pembangunan gudang baru yang sebelumnya direncanakan harus dihentikan.
“Kita tadinya mau menambah tenaga kerja lebih banyak, tetapi tiba-tiba SE keluar bulan April. Itu membuat saya jadi syok, karena pembangunan gudang saya terpaksa berhenti semua karena saya tidak berani lanjutkan,” tukasnya.
Hal senada diungkapkan Happy, pemilik AMDK “Prabu Gunung”. Perusahaannya yang memiliki 16 karyawan hanya memproduksi AMDK jenis cup.
“Jelas saya bingung mau bagaimana. Yang tadinya saya mau naikkan gaji para karyawan, sekarang nggak jadi. Omzet juga pasti turun jauh sekali dari target,” ungkapnya.
Happy berharap Kementerian Perindustrian dapat memfasilitasi dialog dengan Gubernur Bali agar ada solusi terbaik.
Perusahaan lain, PT Dewa Tirta Perkasa, juga mengalami kebingungan dengan kebijakan ini. Adelia, perwakilan manajemen perusahaan, mengatakan SE Gubernur Bali berdampak langsung kepada usaha mereka dan 20 karyawannya.
“SE Gubernur Bali ini jelas akan berdampak terhadap perusahaaan dan 20 karyawan yang bekerja,” ucapnya.
Ia berharap pemerintah pusat bisa turun tangan dan SE tersebut dipertimbangkan kembali.
“Saya berharap SE Gubernur Bali yang melarang produk-produk AMDK di bawah satu liter ini bisa dipertimbangkan kembali,” katanya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim