Maju Mundur Iran Bubarkan Polisi Moral Yang Picu Demo Besar-Besaran
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Kejaksaan Agung Iran membubarkan unit polisi moral setelah dua bulan lebih diprotes imbas kematian Mahsa Amini. Amini merupakan perempuan 22 tahun yang meninggal dunia saat dalam penahanan polisi moral pada September lalu.
Ia diduga disiksa saat dalam penahanan karena tak mengenakan hijab sesuai aturan. Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri mengatakan polisi moral dibubarkan karena tidak berhubungan dengan peradilan.
"Polisi moralitas tidak ada hubungannya dengan peradilan dan telah dihapuskan," ungkapnya seperti dikutip dari AFP, Minggu (4/12).
Montazeri bahkan menuturkan parlemen dan kehakiman tengah mengkaji ulang aturan wajib hijab bagi perempuan di Iran yang telah memicu demo besar-besaran.
"Parlemen dan kehakiman sedang mengkaji [aturan itu]," katanya.
Montazeri tak menjabarkan lebih lanjut bagian mana dari hukum itu yang kemungkinan dapat diubah.
Berita itu ditanggapi dengan skeptis oleh sebagian warga Iran di media sosial. Beberapa warga Iran bahkan khawatir pembubaran polisi moral hanya akan digantikan oleh unit lain yang lebih kuat.
Sejumlah warga bahkan menilai meski polisi moral dibubarkan, tindakan keras aparat terhadap masyarakat terkait masalah sosial dan moral akan tetap ada. Media pemerintah juga berkata lain. ISNA membantah pemerintah Iran telah membubarkan polisi moral.
ISNA menegaskan kepolisian moral berada di bawah kewenangan Kementerian Dalam Negeri Iran, bukan Jaksa Agung.
Polisi moralitas adalah komponen dari Pasukan Penegakan Hukum Iran (LEF) yang menegakkan aturan soal ketidaksopanan dan kejahatan sosial. Mereka memiliki akses ke kekuasaan, senjata, dan pusat penahanan.
Tugas mereka untuk memastikan bahwa aturan dipatuhi. Polisi moral ini juga memiliki kendali atas "pusat pendidikan ulang" yang baru-baru ini diperkenalkan.
Pusat pendidikan itu bertindak seperti fasilitas penahanan. Warga bisa saja ditahan karena gagal mematuhi aturan soal kesopanan.
Di dalam fasilitas penahanan, para tahanan diberikan kelas tentang Islam dan pentingnya jilbab. Pihak berwenang kemudian akan memaksa mereka menandatangani janji untuk mematuhi peraturan pakaian sebelum bebas.
Direktur eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia di Iran, Hadi Ghaemi, mengatakan pusat pendidikan ulang itu didirikan pada 2019. Namun, pendirian ini dianggap tak punya dasar hukum apa pun.
Polisi Moralitas Iran di bawah komando Mohammad Rostami Chemtech Gachi semakin menunjukkan kekerasan dan kekuatan berlebihan. Pada awal 2022, Rostami menyatakan pihaknya akan menghukum perempuan Iran yang menolak mengenakan jilbab, demikian dikutip Home Treasury.
Polisi moral berpatroli di jalan-jalan dengan mandat memasuki area publik untuk memeriksa penerapan hukum jilbab dan persyaratan Islam lain.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net