Renggang dengan AS, Saudi Beli Senjata dari Cina Rp62,5 Triliun
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Arab Saudi dilaporkan membeli senjata senilai US$4 miliar atau setara Rp62,5 triliun dari Cina di tengah kerenggangan hubungan dengan Amerika Serikat. Diberitakan South China Morning Post, pembelian senjata itu dilakukan saat Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional Cina ke-14, Zhuhai Airshow, digelar 8 November lalu.
Sejumlah pengamat mengatakan pembelian senjata itu lebih besar dibanding kesepakatan senjata kedua negara sebelumnya.
Jual beli senjata antara Cina dan Saudi sendiri sudah dimulai sejak akhir 1980-an setelah kedua negara mengadakan pertemuan resmi pertama mereka pada 1985. Sejak itu, yakni pada 1990, Cina-Saudi secara resmi menjalin hubungan. Umumnya senjata yang dibeli Saudi dari Cina yaitu pesawat nirawak atau drone.
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, senjata yang pertama kali dibeli Saudi dari Cina yakni rudal nuklir DF-3 pada 1986. Saudi membeli 50 rudal DF-3 itu bersama dengan hulu ledak konvensionalnya.
Pada 2007, Riyadh kembali membeli senjata asal Cina yakni 54 artileri swagerak PLZ-54. Lalu pada 2014, Saudi membeli lagi lima drone CH-4B dan lebih dari 30 pesawat nirawak jenis Wing Loong-1 dan 2 dalam kurun 2014-2017.
Di Zhuhai Air Show, Saudi lagi-lagi membeli senjata produksi Cina. Kerajaan membeli drone tempur TB001 yang digunakan tentara pembebasan rakyat (PLA) untuk berpatroli di dekat Taiwan tahun ini. Kerajaan juga membeli rudal balistik anti-kapal YJ-21 yang mampu menjangkau lebih dari 2 ribu kilometer, serta sistem berbasis laser anti-drone Silent Hunter.
Bukan cuma senjata-senjata itu saja yang dibeli Saudi. Secara diam-diam, Riyadh juga membeli rudal DF-21, sebuah peluru kendali yang disebut lebih akurat dibanding DF-3 dan kerap dijuluki "carrier killer".
Kemesraan hubungan Cina dan Saudi ini tak semata-mata ditunjukkan lewat jual beli senjata saja, tetapi juga lewat bantuan pengembangan senjata. Intelijen AS tahun ini melaporkan Cina sedang membantu Riyadh mengembangkan rudal balistiknya sendiri.
Hubungan Cina-Saudi ini berbeda dengan AS-Saudi. Washington dan Riyadh diketahui mulai merenggang setelah AS merilis laporan soal kematian jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018 yang menyeret nama Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS). Kerenggangan juga terjadi usai sengketa minyak OPEC+ baru-baru ini yang memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per tahun.
Meski renggang, Saudi masih tetap membeli senjata ke AS. Sebab Washington sejak dulu merupakan pemasok senjata terbesar Riyadh. Namun, setelah perang Yaman melawan Houthi pada 2015 lalu, AS mulai membatasi penjualan senjata ke Saudi.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/net