News

Arya Wedakarna Bantah Dorong Peninjauan Kembali Remisi Susrama Untuk Mendulang Suara

 Rabu, 06 Februari 2019, 21:00 WITA

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Beritabali.com, Denpasar. 
Anggota DPD Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M Wedasteraputra Suyasa membantah sikapnya untuk meminta Menteri Hukum dan HAM melakukan peninjauan ulang terhadap pemberian remisi terhadap otak pelaku pembunuhan wartawan Nyoman Susrama bukan untuk mendulang suara, tetapi lebih berpihak kepada kebebasan pers dan kemanusiaan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan sudah lama sebelum menjadi anggota DPD telah mengenal istri korban jurnalis AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Bahkan, sudah menjadi catatannya, kata dia, anak-anak korban nantinya akan dibantu untuk dibiayai. "Saya anggap sudah menjadi teman," tandasnya, Rabu (6/2) di Kantor DPD Bali di Renon, Denpasar.
 
Menurutnya, respon pemerintah terhadap gerakan demonstrasi di beberapa daerah di Bali dan di luar daerah lainnya dinilai tidak sebanding dengan isu pembebasan terhadap narapidana teroris Baassir yang begitu cepat ditanggapi terutama karena ditekan oleh pihak internasional. Ia mengganggap skala isu Susrama direspon oleh pusat seperti isu lokal yang sepertinya kurang serius, seperti bahasa "akan dipertimbangkan". Padahal jika ditarik benang merahnya, kebebasan pers menjadi taruhannya.
 
"Walau tindakan terpidana bukan kejahatan luar biasa, tetapi jika dikaitkan dengan pembunuhan wartawan maka ini menjadi luar biasa karena menyangkut hidup wartawan yang dianggap gampang saja karena pembunuhnya bisa diberikan remisi hingga kemudian dibebaskan," ujarnya.
 
Ia menambahkan surat yang disampaikan kepada Menkum HAM atas peninjauan remisi Susrama merupakan wujud komunikasi politiknya sebagai anggota DPD yang mengaspirasikan kepentingan masyarakat Bali untuk disuarakan ke pusat atau Presiden. Ia optimis dengan berbagai upaya yang dilakukan baik melalui mekanisme proses politik dan hukum akan memberi dampak bagi pencabutan remisi Susrama.
 
"Dicabut tetapi tidak sekedar wacana tetapi dengan mengeluarkan surat keputusan resmi yang seimbang," tegasnya. Ketika proses politik nantinya tidak membuahkan hasil, lanjut Wedakarna, pun jalur gugatan peradilan (class action) bisa diajukan di PTUN karena ada keputusan negara dianggap tidak adil.
 
Rencananya, pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada Menkum HAM dan Presiden Jokowi pada Kamis (7/2) agar mempertimbangkan kembali pelaksanaan atas kebijakan remisi tersebut mengingat berpotensi munculnya gugatan administrasi masyarakat.
 
 
Kedua, pihaknya merekomendasikan Menkum dan HAM dapat melakukan peninjauan ulang terhadap substansi keputusan tersebut dan memeberikan masukan kepada Presiden sebagai pemegang kewenangan atribusi untuk dapat melakukan revisi terkait Kepress no. 29 tahun 2018.  

Penulis : bbn/rob

Editor : Tantri



Berita Beritabali.com di WhatsApp Anda
Ikuti kami




Tonton Juga :





Hasil Polling Calon Walikota Denpasar 2024

Polling Dimulai per 1 September 2022


Trending