search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal Sulinggih di Bali (2): Wajib Penuhi Catur Bandana Dharma
Sabtu, 26 Februari 2022, 14:15 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Mengenal Sulinggih di Bali (2): Wajib Penuhi Catur Bandana Dharma.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Ketua PHDI Denpasar Nyoman Kenak menerangkan, seorang sulinggih dalam kesehariannya diikat oleh nilai-nilai Catur Bandana Darma.

Pertama yakni Amari Aran. Yakni seorang sulinggih tidak lagi menggunakan nama kelahiran baik secara adat maupun secara kewarganegaraan. Namanya berganti sesuai dengan abiseka yang diberikan oleh nabe atau guru spiritual.

Amari Sesana. Yaitu perubahan perilaku, karena seorang sulinggih tidak lagi berlaku seperti umat pada umumnya. Termasuk dalam urusan berbusana. 

Amari Wesa, yakni seorang sulinggih memiliki standar penataan rambut. Penataan rambut sendiri dibedakan sesuai dengan aliran yang diambil oleh sulinggih tersebut yang dibedakan menjadi tiga aliran yakni Kasogatan, Kabodan dan Kasiwan. 

Jika seorang sulinggih dengan aliran Kasiwan, dia harus menata rambut dengan bentuk kerucut di atas ubun-ubun atau disebut Aketu Jata. Aliran Kasogatan, tidak diikat namun rapi sebahu dengan disebut Angaras Bahu. 

Amulahaken Guru Susrusa. Yakni seorang sulinggih harus taat dan bakti kepada guru spiritualnya atau nabe yang dalam kehidupan seorang sulinggih juga merupakan Siwa Sekala. 

Sulinggih sendiri merupakan orang biasa dari berbagai klan yang telah menjalani upacara dwijati atau lebih dikenal Diksa. Jauh sebelum menjalani diksa. Calon sulinggih harus memenuhi persyaratan dan menjalani uji kompetensi yang telah ditentukan oleh kelembagaan majelis umat yakni Parisada Hindu Dharma Indonesia.

"Sulinggih harus menjalani kompetensi, salah satunya menerapkan perilaku Sang Apta yaitu figur panutan yang yang mampu menuntun umat. Harus bisa mewartakan kebenaran dan kebaikan," terang Kenak.

Dalam menerapkan tuntunan itu sulinggih juga harus bertanggung jawab atas kalimat-kalimatnya atau dikenal dengan istilah Satya Wadi. Tidak boleh bicara sembarang. Yang dibicarakan harus tentang sastra dan tentang kebrahmanan itu sendiri.

Sosok sulingih juga mampu menjadi sang Penadahan Upadesa sebagai Adi Guru Loka yang mengemban misi sebagai pengajar di masyarakat, sebagai gudang ilmu. Maka dari itu, kata Kenak, seorang sulinggih selalu belajar. Dikenal dengan istilah Mengajya. 

"Sulinggih tugas utamanya bukan saja sebagai pemimpin upacara, maupun berdoa. Tugas utama sebagai seorang sulinggih belajar, mengajya. Tugas kedua adalah beryadnya, berderma, bukan selalu mendapat upah atau sesari," ujar Kenak. 

Penerapan tugas-tugas tersebut menurut KenaK sangat tepat diterapkan di tengah pandemi Covid-19, dimana umat sangat merasakan dampak secara ekonomi. Dalam hal ini Sulinggih juga wajib berderma. 

"Bisa berupa sesuap nasi, sehingga setelah terpenuhi kebutuhan hidupnya barulah umat diberikan dharma wacana," ujar Kenak. 

Pada ada titik lain, lanjut Kenak, umat juga wajib memberikan punia kepada sulinggih sebagai ungkapan terima kasih dan rasa syukur. Jika sama sekali tidak memiliki uang, umat bisa memberikan uang ke bank. 

Reporter: bbn/dps



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami