search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menjaga Terumbu Karang Bali Secara Mandiri (1)
Selasa, 4 Februari 2014, 21:39 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pemerintah provinsi Bali menargetkan untuk mengembangkan metode pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Dengan metode tersebut, diharapkan kedepan masyarakat mampu melakukan pengelolaan secara swadaya atau mandiri. Dengan pengelolaan mandiri masyarakat diharapkan akan memahami pentingnya kelestarian terumbu karang bagi keberlanjutan penghidupan mereka. "harapannya masyarakat serius mengembangkan, kalau terumbu karangnya bagus, kita berharap ke depan akan akan datang dan nelayan tidak perlu jauh-jauh mencari ikan" kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Made Gunadja di Denpasar (28/01/2014)

Gunadja menyebutkan saat ini ada 4 wilayah yang ditargetkan menjadi kawasan pengelolaan terumbu karang secara swadaya. Ke-4 wilayah tersebut diantaranya Sumberkima dan Penuktukan di Kabupaten Buleleng, Pulau Serangan di Denpasar dan di Teluk Benoa Kabupaten Badung. Keempat wilayah tersebut dikembangkan karena potensi terumbu karang yang masih terjaga dan kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayah pesisirnya juga tinggi. Namun metode pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang masih dilakukan dengan cara konvensional.

"artinya kita menstimulasi saja, pemberdayaaan itu tantanganya harus selalu kita damping, kalau tanpa pendampingan masyarakat/kelompok itu kadang-kadang ada bagaimana caranya menanam terumbu karangnya misalnya, selain itu ada fasilitasi untuk peralatan menyelam, bagaimana menyelam kan harus kita fasilitasi dengan pelatihan" ujar Made Gunadja

Made Gunadja menyebutkan pada tahun ini, pemerintah provinsi Bali mengalokasikan dana sebesar Rp. 140 juta untuk membantu masyarakat Pulau Serangan dalam pengelolaan terumbu karang secara swadaya. Dana tersebut diberikan dalam bentuk 20 pasang meja tanam terumbu karang. Pada tahun lalu alokasi yang sama juga diberikan untuk membantu masyarakat di kawasan Penuktukan Buleleng.

Gunadja mengakui metode pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang kini dikembangkan merupakan hasil duplikasi dari keberhasilan masyarakat Desa Pemuteran kabupaten Buleleng. Tantanganya kemudian adalah pemanfaatan teknologi biorock yang diadopsi di Pemuteran belum mampu di duplikasi di tempat lain. Mengingat penggunaan teknologi biorock memerlukan energi listrik untuk mempercepat pertumbuhan terumbu karang. "ini perlu upaya dari masyarakat, harusnya bisa kita kembangkan dengan memanfaatkan energy listrik dari sel surya" ungkap Made Gunadja

Dengan bantuan teknologi biorock masyarakat pemuteran  telah keberhasilan melakukan pengelolaan terumbu karang. Dengan kerja keras dan perjuangan yang tiada henti, masyarakat Desa Pemuteran Buleleng kini memiliki kebanggaan tersendiri. Taman koral seluas 2,5 hektar yang dibangun dengan teknik biorock atau teknologi percepatan pertumbuhan terumbu karang  dengan aliran listrik kini menjadi kebanggaan masyarakat Desa Pemuteran Buleleng Bali.

Bukan semata-mata karena ramainnya wisatawan yang mengunjungi wilayah tersebut, tetapi konsistensi mereka  untuk menjaga kelestarian ekosistem laut mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lembaga dunia untuk pembangunan (UNDP). Dimana UNDP menganugrahkan dua penghargaan sekaligus, yaitu The Equator Price 2012 terkait dengan program pelestarian terumbu karang berbasis masyarakat  dan penghargaan khusus UNDP terkait daerah pengelolaan laut dan terumbu karang. Kedua penghargaan diterima pada 20 Juni 2012 di Rio de Janeiro, Brasil.

Geografis desa Pemuteran yang kering, membuat warga hanya bisa bertanam jagung pada saat musim hujan, sehingga pekerjaan sebagai nelayan menjadi salah satu alternatif pekerjaan lainnya. Banyaknya aksi penangkapan ikan hias dengan bom potassium sejak tahun 1990-an  membuat kawasan laut Pemuteran sangat tidak menguntungkan bagi nelayan. Melalui Yayasan Karang Lestari masyarakat Desa Pemuteran akhirnya bertekad untuk memperbaiki kondisi lingkunganya.

Ketua Yayasan Karang Lestari I Gusti Agung Prana mengungkapkan kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab masyarakat Desa Pemuteran waktu dulu melakukan eksploitasi yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Semakin parahnya kerusakan lingkungan mendorong beberapa tokoh masyarakat untuk melakukan rehabilitasi. "dilaut di bom di portas, di gunung di gunduli untuk kayu masak hari ini, pokoknya harus makan hari ini, kondisi itu menjadi penyebab semakin parahnya keadaan " tutur I Gusti Agung Prana.

Perjuangan berat dalam melakukan rehabilitasi kini telah membuahkan hasil. Agung Prana mengungkapkan komitmen dan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian terumbu karang menjadi salah satu alasan utama bagi UNDP untuk memberikan penghargaan bagi pengelolaan terumbu karang di Desa pemuteran. Walaupun terdapat penggunaan teknologi biorock tetapi teknologi tersebut dinilai hanya sebagai sarana pendukung. "tapi teknologi itu dianggap sebagai pendukung , tetapi yang inti yang diapresiasi oleh para ahli ini adalah kesadaran dan partisipasi masyarakat setempat, dan ini yang ingin di inspirasikan secara global kepada dunia" kata I Gusti Agung Prana.

Agung Prana mengakui kini sedang mengembangkan beberapa percobaan untukme ndapatkan energi listrik yang dapat digunakan untuk mendukung sistem biorock. Selama ini system biorock yang ada menggunakan listrik PLN. Dimana terdapat 3 metode yang dikembangkan yaitu solar sel, tenaga ombak dan angin. Pada saat ini metode yang cocok dan cukup efisien adalah menggunakan solar sel. "ini akan kita coba kirim konsepnya ke Jakarta ke Kementerian ESDM, supaya ini dilanjutkan dan kita disuport , jadi listrik arahnya kesitu" jelas Agung Prana.

Selama ini untuk pengoperasian system biorock dengan menggunakan listrik PLN, Agung Prana harus menghabiskan biaya mencapai Rp.15 juta per-bulan. Diharapkan dengan menggunakan solar sel kedepan biaya pemakaian listriknya dapat diminimalkan. Jika penggunaan solar sel dapat dilakukan secara optimal maka efisiensi biaya penggunaan listrik diperkirakan akan mencapai lebih dari 50 persen. "kalau biaya operasinonal pake panel bisa lebih efisien lebih dari setengah jika dibandingkan dengan listrik PLN. Dan kita juga tidak terlalu bergantung pada PLN" ungkap Agung Prana. Agung Prana menambahkan yang menjadi tantangan dari pengembangan solar sel untuk system biorock adalah investasi awal yang cukup besar. Tantangan lainnya yaitu membuat satu panel untuk seluruh struktur karang yang ada.

Sebab jika terlalu banyak menggunakan panel akan mengurangi keindahan dan sangat mengganggu bagi wisatawan yang ingin menikmati pemandangan bawah aut Pemuteran. "kita punya 86 struktur , kita masih memikirkan satu panel untuk sebanyak mungkin , nanti kalau terlalu krodit di laut hilang beauty-nya kita" tegasnya. Bersambung.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami