search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Eksekusi Serangan, Pengacara : Tanah 94 Are Sah Milik Hj Maisarah
Rabu, 4 Januari 2017, 04:05 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kuasa hukum pemohon Hj. Maisarah yakni Haposan Sihombing menegaskan bahwa tanah kampung Bugis Pulau Serangan seluas 94 are sah milik kliennya, Hj Maisarah. Bahkan, pihaknya dibantu aparat kepolisian sudah memberikan perpanjang waktu untuk mengosongkan rumahnya sendiri dan memberikan tali kasih sebesar Rp 50 juta per-Kepala Keluarga.Di lokasi eksekusi, Haposan Sihombing mengatakan tanah di Kampung Bugis adalah hak dari klienya sepanjang tahun 2009 lalu dan diproses hingga tahun 2016. 
 
“Artinya, sertifikat tanah ini adalah sah milik dari klien kami Hj.Maisarah. Proses hukumnya sudah sesuai putusan hukum tetap,” tegas pengacara asal Sumatera Utara ini, Selasa (3/1).Sebenarnya, kata Haposan, dalam surat pernyataan warga yang terdiri dari 36 KK, sudah berjanji akan mengosongkan rumah mereka sendiri. Namun mereka tidak menepatinya. “Tentunya melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar meminta bantuan hukum dari aparat Negara, yakni Polresta Denpasar dan Polda Bali untuk melakukan eksekusi,” tegasnya.
 
Apabila dikemudian hari ada perlawanan dari para termohon terkait masalah perlawanan upaya hukum, menurut Haposan adalah hak warga. Sepanjang warga bisa membuktikan, mereka bisa mengeksekusi kembali. “Kalau masalah upaya hukum adalah hak mereka. Artinya dalam upaya hukum mereka bisa membuktikan, mereka bisa mengeksekusi balik,” terangnya.Secara hukum, tambah Haposan, warga yang terdiri dari 36 KK sudah menghargai putusan dan ada surat pernyataannya tertanggal 27 Pebruari 2014 lalu. Dimana dalam surat tersebut warga mengakui putusan dan meminta waktu untuk mengosongkan rumah mereka sendiri.
 
“Eksekusi kedua berjalan bulan Juli namun ditunda karena situasi tidak kondusif. Tahun 2015, mereka mengajukan PK dan menyatakan menunggu putusan dari PK. Apabila dalam PK mereka dikatakan kalah atau PK tidak dikabulkan, mereka akan mengosongkan sendiri. Jadi sudah dua kali mereka berjanji untuk kosongkan sendiri,” ujarnya.Jadi, kata Haposan ini eksekusi ketiga kalinya, pasca putusan PK tahun 2015 lalu. Pun segala upaya hukum sudah dilakukan, berdasarkan bukti dokumen yang berada di pengadilan.Ditanya kenapa hingga hari ini warga tidak mengkosongkan rumahnya sendiri, Haposan menjawab bahwa pihaknya sudah menyampaikan beberapa kali. 
 
“Ada 3 kali diberikan dari pengadilan sesuai permintaan Lurah Serangan. Berdasarkan permintaan dari Lurah, kami juga sudah berupaya melakukan sosialisasi dan aparat juga sudah mengundang warga,” ungkapnya.Tak hanya itu, pihaknya sudah menawarkan tali kasih kepada warga dengan jumlah Rp 50 juta per kepala. Namun warga menolak. “Mulai tahun 2014 kami tawarkan dan terakhir pun kami tawarkan Desember  2016 di Polda Bali. Bahkan Kapolda Bali (Irjen Sugeng Priyanto) mengundang mereka datang dan juga menawarkan, tapi mereka tetap menolak,” terangnya.Bisa dikatakan, dalam kasus eksekusi lahan seluas 94 are ini, pihaknya kalah 10 kosong yang seharusnya 4 kosong. Karena itu, adanya perlawanan dari warga untuk tidak mengosongkan rumahnya. 
“Kalau kita mundur belakang, mereka bukan pemilik dan mereka menempati yang bukan miliknya dan mereka tidak ada hubungan dengan klien kami. Dalam sejarahnya, riwayat sertifikat tersebut berdasarkan  putusan pengadilan tahun 1974,” tutup Haposan.

Reporter: bbn/bgl



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami