search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kisah Dibalik Terciptanya Dua Mata Air di Pura Taman Telaga Tawang Sidemen Karangasem
Kamis, 27 April 2017, 10:47 WITA Follow
image

Pura Taman Telaga Tawang, Sidemen, Karangasem. [bbcom]

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Karangasem. Pura Taman Telaga Tawang penyungsung Jagat yang terletak di Dusun Banyu Campah, Desa Adat Tabole, Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem, memiliki mata air yang masih sangat bersih dan jernih. Ini merupakan tempat yang tepat bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang senang berwisata spiritual.
 
“Tabe pakulun titiyang nenten purun amade made ring ide," kata Gusti Mangku Rai atau dikenal juga Gusti Mangku Taman sebelum memaparkan sejarah keberadaan Pura Taman Telaga Tawang tersebut, Rabu (26/4). 
 
[pilihan-redaksi]
Dikisahkan dari “pacentokan” (bertanding mengadu kesaktian “kawisesan”) antara Ida Betara Manik Angkeran dengan Ida Pandita Sakti Telaga, di mana keduanya memiliki kesaktian yang sangat ditakuti.  Ide Panditha Sakti Telaga pun menguji Ide Betara Manik Angkeran untuk membuktikan kesaktiannya yang katanya bisa membakar rumput yang terkena “Warih” (air kencing). 
 
Tantangan Ida Pandhita Sakti Telaga menyulut emosi Ida Betara Manik Angkeran sehinga disepakatilah oleh Ida Betara Manik Angkeran turun dari Pura Besakih untuk membuktikan kesaktiannya dengan memgambil lokasi di Desa Telaga Tawang, tepatnya di pura Taman sekarang.
 
Gusti Mangku terdiam sejenak. Ia memejamkan matanya seakan merasakan sesuatu pada dirinya dengan mencakupkan tanganya seraya kembali memohon ijin untuk menceritakan sejarah dari Pura Taman tersebut. 
 
Ida Betara Manik Angkeran pun datang dan dimintalah dirinya untuk membuktikan kesaktianya dengan mempersilahkan untuk “mewarih” atau kencing diatas rumput.
 
"Apabila  benar setelah kencing rumput tersebut terbakar maka Ida Pandhita Sakti akan hormat terhadap beliau karena sesungguhnya Ide Pandhita Sakti Telaga juga memiliki kesaktian seperti itu,” tutur Pemangku Taman.
 
Maka mulailah Ida Betara Manik Angkeran “mewarih” di atas rerumputan. Namun, ternyata rumput yang dikencingi tersebut tidak terbukti terbakar atau hangus, sehingga Ida Pandhita Sakti Telaga mengejek “campah” Ida Betara Manik Angkeran.
 
Ini kemudian menjadi cikal bakal dari nama Banjar Banyu Campah. Banyu artinya air yang sejatinya adalah air kencingnya Ida Betara Manik Angkeran, sedangkan campah berarti ketidakpercayaan Ida Pandhita Sakti Telaga karena kencingya Ida Betara Manik Angkeran tidak bisa menghanguskan rumput.
 
Atas kekalahan tersebut Ida Betara Manik Angkeran akhirnya menggunakan kesaktiannya dengan menciptakan dua buah sumber mata air yang keruh dan bening. Mata air ini kemudian lebih dikenal dengan nama "Dua Bulakan Air".
 
Gusti Mangku Rai juga menjelaskan bahwa Kedua “Bulakan” atau mata air tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Bulakan air keruh untuk melukat atau pelukatan pembersihan, sedangkan bulakan air jernih atau bening adalah untuk tirta saat dilaksanakan upacara dan lain-lain.
 
[pilihan-redaksi2]
Sementara, saat ini keberadaan pura sudah begitu megah setelah dilakukan penataan pada tahun 1995. Sehingga, masyarakat yang hendak melukat bisa datang dengan nyaman.
 
“Kedepan diharapkan keberadaan dari Wisata Tirta ini bisa dikenal oleh semua orang dan bisa memberikan kontribusi ke pemda karangasem khususnya dalam meningkatkan PAD Kabupaten Karangasem,” kata Camat Sidemen A.A.Md Agung Surya Jaya,S.Sos. [igs/wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami