search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mata Air Papad, "Air Abadi" di Munti Gunung Karangasem
Selasa, 2 Mei 2017, 11:00 WITA Follow
image

bbcom

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Karangasem. Munti Gunung merupakan desa tua jika dilihat dari tatanan bangunan puranya yang tidak memiliki  Padmasana. Sejarah keberadaan Desa Munti berawal dari cerita kedatangan Trah Dalem Bujangga Sakti dari Nyalian, Bangli ke sisi timur Gunung Batur. 
 
Pada kedatangannya ini, Ia mendirikan sebuah perkampungan diberi nama “Munti” yang berarti Inti atau awal kehidupan.
 
[pilihan-redaksi]
cerita lain yang tidak kalah menarik yakni mengenai sebuah sumber mata air abadi oleh masyarakat menyebutnya Mata Air Papad atau Air Penyambung Nyawa. Mata air ini merupakan mata air satu-satunya yang terdapat di Munti Gunung, Tianyar, Kubu, Karangasem.
 
“Kenapa disebut Air Penyambung Nyawa, karena di Munti Gunung hanya mata air ini yang menjadi satu-satunya sumber air, seluruh kehidupan warga Munti Gunung bergantung dari mata air tersebut,” ujar Agung Pasrisak selaku Prebekel Tianyar Barat.
 
Ia juga menuturkan, kisah awal munculnya Mata Air Papad, berawal dari kedatangan Dewi Danu yang berwujud laki-laki tua berpenampilan dekil dan kumuh membawa “tegenan” (pikulan) yang berisi air ke Munti Gunung. Kemudian laki-laki dekil tersebut menawarkan air yang dibawanya itu kepada masyarakat yang saat itu sedang melaksanakan “yadnya” (upacara keagaaman).
 
Dikarenakan penampilan dari laki-laki tua tersebut kotor dan dekil lalu diusirlah oleh warga tersebut. Mendapat perlakuan seperti itu, laki-laki tua tersebut kemudian memberi kutukan.
 
"Bahwa Kehidupan di Munti Gunung akan menjadi seperti dirinya saat itu," jelasnya. 
 
Setelah itu karena sudah mendapat penolakan, laki-laki tua tersebut melanjutkan perjalanannya sampai di satu tempat bernama Papad masih di wilayah Munti Gunung, laki-laki tua itu beristirahat, disanalah kemudian air yang dibawanya  tumpah dan merembes ke bawah tebing hinga saat ini menjadi sumber air yang tidak pernah kering meski saat musim kemarau sekalipun.
 
Saat ini Rembesan mata air Papad ini dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat melukat oleh masyarakat sekitar. Mata air ini dipercaya berkhasiat bisa membuat umur panjang, penyegaran fikiran, dan peleburan hal-hal yang negatif.
 
Agung Pasrisak juga menambahkan, kedepan Rembesan mata air Papad setinggi 3 meter tersebut akan ditampung dalam sebuah “bak” (penampungan air) kemudian akan di pilah menjadi 3 pancuran dibawahnya sebagai tempat melukatan. Nantinya setelah dilaksanakan pemugaran, akan dibangun patung Dewi Danu setinggi 7 meter di areal tersebut. 
 
[pilihan-redaksi2]
Setelah itu akan dilakukan upacara “mendak” Dewi Danu di Pura Ulun Danu kemudian akan di “linggihkan” di Mata Air Papad tersebut. 
 
Agung juga menjelaskan, sebelumnya pada tahun 2013 sudah “menghaturkan Guru Piduka”. Diharapkan setelah menghaturkan Guru Piduka dan melaksanakan prosesi Pemendakan, kutukan yang berasal dari penjelmaan Dewi Danu bisa hilang, sehingga secara tidak langsung bisa menjadi motivasi bagi masyrakat agar bisa berubah khususnya untuk beberapa orang yang masih melakoni profesi gepeng.
 
“Untuk sekarang belum ada fasilitas apapun untuk pengunjung yang hendak datang kesana, kendala utama dalam pengembangan potensi priwisata di desa Tianyar khususnya Munti Gunung yakni minimnya pendanaan dan promosi,” tegasnya. [igs/wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami