search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Lima Sumber Kekayaan Raja Bali Tempo Dulu
Sabtu, 13 Mei 2017, 13:50 WITA Follow
image

ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Bali terpecah dalam delapan kerajaan kecil. Salah satunya kerajaan Baliling yang luas wilayahnya terbentang dari Sang-sit di bagian timur hingga Bateman di barat yang dikelilingi garis pantai. Kerajaan ini saat ini merupakan wilayah Buleleng. 
 
Cerita mengenai kerajaan Baliling diungkap oleh W.H. Medhurst dan Tomlin dalam Buleleng di Mata Orang Inggris. Tulisan ini masuk dalam kumpulan naskah yang dihimpun Adrian Vickers di buku Bali Tempo Doeloe (2002).
 
[pilihan-redaksi]
Diceritakan saat Kerajaan Baliling dipimpin Gedem-goorah Ratna Ningrat, pangeran ini lebih senang bermain adu ayam dan jangkrik. Ia jarang mengurus pemerintahnnya. Pangeran yang masih berusia 20 tahunan ini mendapat pendapatan dari berbagai sumber, antara lain:  
 
1. Bea Cukai Barang dan Pelabuhan yang Berasal Dari China 
 
Bangsa China membayar 1.200 rupe tiap tahunnya. Tarif itu belum termasuk hadiah yang dipersembahkan kepada raja dan pengikutnya. Nilai hadiah ini hampir sama dengan bangsa China yang menyewa lahan pertanian. 
 
2. Pajak Tanah 
 
Tarifnya sekitar 2 rupe per hektar selama setahun untuk lahan pertanian yang ditanami padi. Masyarakat tidak akan dikenakan biaya tambahan lain jika ingin menanam tanaman lain di lahan tersebut. Tarif ini hanya digunakan sebagai beban atas penggunaan air untuk irigasi. Kerajaan mengganggap air sebagai bagian dari kekayaan mereka. 
 
3. Biaya Pernikahan atau Dendanya 
 
Penduduk Bali memiliki kebiasan melarikan pasangan mereka ke dalam hutan. Mereka akan bersembunyi dan tinggal di hutan sampai teman-teman sang pengantin pria mampu memberikan kompensasi kepada teman-teman pengantin wanita. Setelah itu, barulah pasangan pengantin ini diperbolehkan kembali ke rumah dan hidup sebagai suami-istri. Jumlah uang kompensasi yang diberikan bervariasi, tergantung upacaranya. Mulai dari 1-200 rupe.  20% dari kompensasi itu akan menjadi milik raja. Pendapatan raja akan meningkat bila ada perceraian. 
 
Maka, raja menganggap wanita adalah properti kerajaan. Mereka bisa dijual, atau dipakai selama ia pikir mereka dalam kondisi sehat. 
 
[pilihan-redaksi2]
4. Kematian
 
Jika suami mati, maka semua kekayaan yang ditinggalkan beserta istri dan anaknya secara otomatis menjadi milik kerajaan. Setelah dikurangi biaya pemakaman dan biaya hidup orang tua mereka (jika ada), raja akan mengambil alih semua harta kekayaannya-termasuk diperbolehkan melakukan apa saja kepada si wanita. Jika si wanita adalah seorang yang ahli dalam berdagang, maka ia akan mengirimnya ke pasar untuk berjualan dan wanita tersebut harus memberikan sebagaian pendapatan untuk raja. Jika wanita itu cantik, maka raja bisa menjadikannya selir. Akan tetapi, pada umumnya janda-janda ini akan dijadikan penari atau wanita penghibur dan mereka akan memberikan pendapatannya kepada raja. 
 
5. Penjualan budak 
 
Para penjahat dan lelaki yang dijual sebagai budak kepada bangsa Cina, bangsa Belanda, atau bangsa Prancis yang datang ke wilayah pantai mereka. [wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami