search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Soma Ribek Dalam Praktek Kekinian Identik Dengan Mantenin Dompet
Senin, 19 Maret 2018, 21:35 WITA Follow
image

Beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Hari Soma Ribek dalam praktek sosial kekinian identik dengan hari matenin (mengupacarai) dompet. Dalam praktek sosial kekinian Soma Ribek juga diyakini sebagai hari dimana tidak boleh membayarkan uang. Demikian disampaikan pemerhati Budaya Made Nurbawa ketika ditemui di Tabanan pada Senin (19/3). “Hal tersebut filosofi-nya sama dengan lumbung. Jadi tidak melakukan transaksi karena kita sedang melakukan pemujaan.

Kesadaran ini akan berlanjut pada tatanan pengelolaan dana atau keuangan yang benar atau Sudana” kata Nurbawa. Menurut Nurbawa, Soma Ribek atau Soma Pon Sinta pada dasarnya merupakan rangkaian rainan setelah Hari Saraswati. Setelah turunnya Ilmu Pengetahuan saat Hari Saraswati dan keesokan harinya pengetahuan itu kita mohon (lungsur) pada saat Banyu Pinaruh.

Kemudian dilanjutkan dengan rainan Soma Ribek dimana pengetahuan itu dipilah dan yakini kembali “Selanjutnya kita mohonkan "restu/persetujuan/pengesahan" dari Sang Hyang Widhi Wasa (Tri Murti) agar pengetahuan itu dapat ditata kembali dan digunakan untuk tuntunan hidup.

Sederhananya pengetahuan  yang kita minta atau mohon dari Dewata /Sang Pencipta benar-benar memiliki legalitas dan sah adanya” jelas Nurbawa. Nurbawa memaparkan dalam budaya agraris diyakini Sang Hyang Tri Murti sedang beryoga dan lumbung sebagai tempat-Nya.

“Pada hari ini diadakan widhi widhana untuk selamatan atau penghormatan terhadap beras di pulu dan padi di lumbung yang sekaligus mengadakan pemujaan terhadap Dewi Sri sebagai tanda bersyukur serta semoga tetap memberi kesuburan. Sebaiknya pada hari ini tidak menumbuk padi atau menjual beras” papar Nurbawa.

Nurbawa mengingatkan bahwasanya pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap pelaksanaan Upacara Yadnya sangat penting untuk dipelajari dan dipahami, sehingga apa yang sering disebut Dana dan Punia benar-benar diterapkan dengan benar agar berdampak benar. Dimana Dana adalah materiilnya dan “Punia” itu landasan spiritnya sesuai ajaran Agama Hindu.  “Jadi memahami tatanan “Sudana”, kita akan bisa membedakan antara dana punia dengan yang bukan. Saat ini banyak orang dengan latah menyebut "medana-Punia" tetapi yang terjadi sebenarnya money politik” ujar Nurbawa.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami